LDK DI ERA DIGITAL
Dakwah merupakan keharusan bagi setiap
muslim. Keberadaan da’i di tengah-tengah masyarakat memberikan efek penting
dalam mencerahkan umat. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran da’i di
tengah-tengah umat membutuhkan media untuk memperkaya khazanah keilmuannya.
Inilah zaman dimana manusia memiliki keinginan dan kebutuhan yang serba instan
tidak terkecuali informasi. Informasi yang cepat dan tepat memberikan ruang
bagi para da’i menggunakan media untuk melancarkan aksi-aksi dakwahnya hingga sampai
pada tataran pembentukan ideologi. Jika dulu sejarah berbicara bagaimana
Rasulullah Saw. dan para sahabat melancarkan aksi-aksi dakwah melalui face to
face, Halaqoh/mentoring, door to door,
surat, utusan, dan buku-buku, saat ini pun cara-cara tersebut masih dipakai akan
tetapi kita akan sangat ketinggalan dengan orang-orang yang memperjuangkan
keburukan di luar sana. Karena sesungguhnya Rasulullah tidak pernah membatasi
cara dan media apapun untuk berdakwah kepada umatnya selama tidak ada larangan
dalam syariat Islam. Oleh karena itu, kita membutuhkan format dakwah yang
dibutuhkan oleh zaman, sekaranglah zamannya berdakwah menggunakan sains dan
teknologi sedangkan media sebagai produknya.
Peran media sangatlah penting dalam
mempengaruhi pola pikir masyarakat. Sedikit saja wacana yang digulirkan oleh
media maka disitulah bermunculan spekulasi atau opini masyarakat, ada yang
bernada negatif dan ada juga positif semua tergantung bagaimana wacana atau
berita itu disajikan. Misalnya ketika marak kejadian bom bunuh diri dan aksi-aksi
teror pada Agustus 2012 lalu. Oleh salah satu stasiun televisi nasional
memberitakan bahwa Rohis (Kerohanian Islam) adalah sarang teroris. Rohis
merupakan lembaga dakwah sekolah yang ada di jenjang SMA/SMK/MAN ini tiba-tiba
gempar dibicarakan oleh khalayak dan menjadi trend topic di sekolah,
kampus, masyarakat bahkan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Efek
dari pemberitaan tersebut adalah anggapan miring atau negatif terhadap rohis.
Bagaimana tidak, rohis yang di dalamnya terdapat para pelajar yang ingin sholeh
dikatakan sebagai teroris? Sungguh sangat luar biasa pengaruh media membentuk
pola pikir masyarakat hingga yang baik pun berubah menjadi buruk. Itulah salah satu contoh bagaimana media bekerja dan
mampu mengubah paradigma sosial.
Dakwah di era digital sesungguhnya
membutuhkan banyak instrumen bukan hanya manusia, tetapi juga media sebagai
bentuk syiar Islam. Syiar islam beragam macamnya diantaranya: film, iklan, nasyid,
murothal, spanduk, poster, banner, pamplet, stiker, majalah, tabloid, buletin, komik,
artikel, aplikasi komputer, game, dan lain sebagainya. Tugas kita adalah
bagaimana memunculkan ke permukaan dan memboomingkan syiar-syiar Islam sehingga
kemanapun mata mengalihkan pandangan, pastikan pikiran kita tertuju kepada
Allah Swt. Jika sudah terjadi hal itu, akan sangat mudah penerapan peraturan
yang berisi hukum-hukum Islam tanpa ada halangan atau aksi unjuk rasa menentang
penerapan Undang-Undang tersebut karena semuanya telah memahami dan menerimanya
dengan senang hati. Kendala kita saat ini, mengapa usulan dan penerapan
Undang-Undang yang berisi Syariat Islam sulit bahkan terkesan dihalang-halangi
karena masih banyak yang belum memahami syariat itu sendiri sehingga jalannya
tidak mulus seperti apa yang diharapkan, disinilah pentingnya syiar Islam untuk
memberikan pemahaman kepada khalayak.
Kendala yang dihadapi dalam berdakwah
ialah masih kurangnya sumber daya manusia yang tanggap terhadap teknologi.
Masih banyak para Da’i yang ketinggalan informasi karena tidak tahu
mengoperasikan komputer apalagi browsing internet. Tugas kita adalah menjawab
tantangan ini dengan belajar dan melahirkan generasi saintis dan teknolog Qur’ani
yaitu generasi yang cinta dengan Al Qur’an.
Kampus sebagai tempat yang paling cocok
untuk melahirkan Generasi Saintis dan Teknolog Qur’ani. Dengan berbekal
pemahaman trilogi dakwah kampus (Dakwah, Agent of change, dan iron stock)
mahasiswa mampu mewujudkan cita-cita itu dengan menggunakan semua media yang
ada.
Keberadaan Lembaga Dakwah Kampus (LDK)
sebagai wadah sangat cocok dijadikan kendaraan bagi mahasiswa atau Aktivis
Dakwah Kampus (ADK) untuk melancarkan aksi-aksi dakwah. Untuk memboomingkan
dakwah di kampus diperlukan media sebagai alat untuk membantu penyebaran isu, membentuk
pola pikir islami dan menghadirkan Allah di semua aktivitas masyarakat kampus.
Peran Media Bagi Dakwah
Kampus (DK)
- Pusat Informasi bagi
mahasiswa
- Penyebaran isu,
misalnya save Palestine, save Rohingya, atau bahaya pluralisme, kapitalisme,
dan liberalisme dikalangan umat Islam.
- Sosialisasi, LDK turut
menyebarluaskan kegiatan-kegiatan positif seperti Jilbab Day, Hari Air Sedunia,
Mentoring, dll.
- Trendsetter, LDK mampu
menjadi pembuat Trend yang diikuti mahasiswa seperti rame-rame ikut mentoring, Jumat
bersih, atau Gerakan IPK 4,0.
Propaganda Media Dakwah
Kampus
-
Konten
atau isi dari pesan yang akan dibawa harus lebih kreatif, misalnya pada momen
mendekati UAS. Konten yang kita bawa adalah “LEBIH BAIK JUJUR dapat A, daripada
NYONTEK dapat E”. dst
-
Kemasan
yang menarik akan menentukan nilai sebuah produk di mata objek dakwah kita,
misalnya pada kalimat “Walau Beda Pendapat, Ukhuwah Tetap Dijaga” kemasannya
ditampilkan dengan gambar yang melambangkan ukhuwah islamiyah.
Penyajian materi atau isu hendaknya
dibuat lebih menarik karena hasilnya akan lebih efektif dan efisien dalam
rangka perbaikan umat. LDK harus bisa memberikan sebuah informasi yang valid
dan atraktif sehingga dapat membimbing masyarakat kampus ke arah yang lebih
baik. Ketika opini dan gagasan pikiran objek dakwah dapat satu pemikiran dengan
kita, Tugas kita selanjutnya sebagai lembaga dakwah kampus adalah membimbing
menuju cahaya islam akan lebih mudah untuk dijalankan.
Keberhasilan propaganda dakwah di
kampus kemudian dibawa ke medan dakwah yang sesungguhnya yaitu masyarakat
dimana kita akan mengenal lebih banyak lagi masalah. Kalau di kampus dakwahnya
hanya berhadapan orang-orang intelek, ketika di masyarakat kondisinya pun
berbeda. Kita akan berhadapan dengan berbagai macam kondisi dan karakter
manusia, sehingga butuh waktu untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut sebelum
akhirnya melancarkan aksi-aksi dakwah. Syiar islam pun ternyata membutuhkan
adaptasi, sebagai contoh orang yang buta huruf harus diajari membaca terlebih
dahulu sebelum akhirnya disuruh mengoperasikan komputer, tidak lantas orang
buta huruf langsung diberikan laptop. Adaptasi seperti inilah yang dimaksud,
ketika syiar-syiar itu harus disesuaikan dengan kondisi dan karakter
masyarakat. (eMKaGe’eS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar