PLaNol09i

Selamat Datang

Biasakan MEMBACA setiap hari walau sedikit..!!!

Selamat membaca!!!

Rabu, 09 Maret 2011

Dimanakah DIA di hatiku?

Pada saat Rasulullah saw dan Sayyidina Abu Bakar ra bersembunyi di gua Tsur, dalam perjalanan untuk hijrah ke Madinah, musuh-musuh Islam sudah berdiri dimuka bibir gua dan hampir menemui mereka, sehingga membuat Sayyidina Abu Bakar ra cemas. Ketika melihat gelagat Sayyidina Abu Bakar ra yang cemas, Rasulullah saw menenangkannya dengan berkata, “Jangan takut, Allah bersama kita.” Itulah kehebatan Rasulullah saw, Allah swt sentiasa di hatinya.

Sewaktu seorang tentara musuh hendak menyerang Rasulullah saw, lalu meletakkan pedang ke leher nabi Muhammad saw dan bertanya, “Siapa yang akan menyelamatkan kamu dariku?” Rasulullah saw dengan yakin menjawab, “Allah.” Mendengar jawaban itu, gementarlah orang itu dan pedangnya pun terlepas dari tangannya. Itulah kehebatan Rasulullah saw, selalu dan selalu ada DIA di hati Beliau.

Dikisahkan bahwa suatu ketika khalifah Umar bin Khaththab ra ingin menguji seorang budak gembala kambing di tengah sebuah padang pasir, “Boleh kau jualkan kepadaku seekor dari kambing-kambing yang banyak ini?” tanyanya kepada budak tersebut.
“Maaf tuan, tidak boleh. Kambing ini bukan saya yang punya. Ia milik tuan saya. Saya hanya diamanahkan untuk menjaganya saja.” Jawab budak itu.
“Kambing ini terlalu banyak dan tidak ada siapa-siapa selain aku dan kamu di sini, jika kau jual seekor kepadaku dan kau katakan kepada tuanmu bahwa kambing itu telah dimakan oleh srigala, tuanmu tidak akan mengetahuinya,” desak Sayyidina Umar ra lagi sengaja menguji.
“Kalau begitu, di mana Allah?” kata budak itu. Sayyidina Umar ra terdiam dan kagum dengan keimanan yang tinggi di dalam hati budak itu. Walaupun hanya seorang gembala kambing yang termasuk profesi bawahan, tetapi dengan kejujuran dan keimanannya dia punya kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Jelas ada DIA di hatinya.

Suatu ketika yang lain, Sayyidina Khalid bin Walid ra diturunkan pangkatnya dari sebagai seorang jenderal menjadi seorang pasukan biasa oleh khalifah Umar ra. Esoknya, Sayyidina Khalid ra ke luar ke medan perang dengan semangat yang sama. Semangat jihadnya tetap membara walaupun telah diturunkan pangkatnya. Ketika ditanya mengapa, Sayyidina Khalid ra menjawab,“aku berjuang bukan kerana Umar.” Ya, Sayyidina Khalid ra berjuang karena Allah swt. Ada DIA di hatinya.

Melihat enekdot-enekdot agung itu, saya terkesima, lalu bertanya pada diriku sendiri,"dimanakah DIA di hatiku?", Apakah Allah senantiasa menjadi tempat bergantungnya harapan dan tempat merujuk dan membujuk hatiku yang rawan? Allah ciptakan manusia hanya dengan satu hati. Di sanalah sewajarnya cinta Allah bersemi. Jikalau cinta Allah yang bersinar, sirnalah segala cinta yang lain. Tetapi jika sebaliknya cinta selain-Nya yang bersemayam, maka cinta Allah akan terpinggir. Ketika itu tiada DIA di hatiku!

Sering diriku berbicara sendiri, bersendikan sedikit ilmu dan didikan dari guru-guru dalam hidupku, kata mereka (dan aku sangat yakin dengan kata itu), “Bila Allah ada di hatimu, kau seolah-olah memiliki segala-galanya. Itulah kekayaan, ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki.”

Kata-kata itu sangat menghantui diriku. Ia menyebabkan aku berfikir, merenung dan termenung, apakah Allah telah menjadi tumpuan dalam hidupku? Apakah yang aku pikir, rasa, lakukan dan laksanakan sentiasa merujuk kepada-Nya? Bila berselisih antara kehendak-Nya dengan kehendakku, kehendak siapa yang saya dahulukan? Sanggupkah aku menyayangi hanya karena-Nya? Tegakah aku membenci juga karena-Nya?

Muhasabah ini semakin melebar lagi, Saya tanyakan pada diri, bagaimanakah sikapku terhadap hukum-hukum-Nya? Sudahkah aku melawan hawa nafsu untuk patuh dan melakukan segala yang wajib sekalipun pahit dan sakit ketika melaksanakannya? Sudahkah aku meninggalkan segala yang haram walaupun kelihatan indah dan seronok ketika ingin melakukannya?

Pertanyaan-pertanyaan ini sesungguhnya telah menimbulkan lebih banyak persoalan. Bukan lagi akal yang menjawabnya, tetapi rasa hati yang amat dalam. Aku tidak dapat mendustai-Mu, ya Allah. Dan Aku juga tidak dapat mendustai diriku sendiri. Di hatiku masih ada dua cinta yang bergolak dan berbolak-balik. Antara cinta Allah dan cinta dunia yang sedang berperang begitu hebat dan dahsyat sekali.

Jikalau Sahabat Mutiara Hati bertanya kepadaku, “adakah DIA di hati mu?”, Saya hanya mampu menjawab, “Saya seorang insan yang sedang bermujahadah agar ada DIA di hatiku. Saya belum sampai ke tahap mencintai-Nya, tetapi Saya yakin bahwa Saya telah memulai langkah untuk mencintai-Nya”. Justru belum ada DIA di hatiku, hidupku belum bahagia, belum tenang dan belum sejahtera. Saya akan terus mencari dengan langkah mujahadah ini. Saya yakin Allah itu dekat, pintu keampunan-Nya lebih luas daripada pintu kemurkaan-Nya. Selangkah Saya mendekat, seribu langkah DIA merapat.

Dan akhirnya Saya tiba pada satu keyakinan, di mana DIA di hatiku bukan menagih satu jawaban, tetapi satu perjuangan dan pengorbanan. InsyaAllah, Saya yakin pada suatu masa nanti akan ada DIA di hatiku dan di hati sahabat Mutiara Hati jua! InsyaAllah…Amin. Dan kita akan terus mengemis kasih pada-Nya,

Tuhan dulu pernah aku menagih simpati
Kepada manusia yang alpa jua buta
Lalu terheretlah aku dilorong gelisah
Luka hati yang berdarah kini jadi parah

Semalam sudah sampai kepenghujungnya
Kisah seribu duka ku harap sudah berlalu
Tak ingin lagi kuulangi kembali
Gerak dosa menhiris hati

Tuhan dosaku menggunung tinggi
Tapi rahmat-Mu melangit luas
Harga selautan syukurku
Hanyalah setitis nikmat-Mu di bumi

Tuhan walau taubat sering kumungkir
Namun pengampunan-Mu tak pernah bertepi
Bila selangkah kurapat pada-Mu
Seribu langkah Kau rapat padaKu

(sumber: oleh ARtikeL, reNungaN, kisaH mOtifasi)

8 Prinsip Muslim Meraih Sukses

Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang dapat membimbing anda meraih sukses. Kedelapan prinsip ini, penulis gali dari khazanah Islam. Simak, pelajari dan praktekkan.. semoga kedelapan prinsip ini menjadi dasar pijakan anda meraih sukses.

1. Allah menciptakan manusia dengan sempurna
Satu pondasi besar yang harus kita yakini adalah bahwa manusia pada dasarnya diciptakan Allah dengan sempurna. Anda, saya, Einstein atau siapapun diberi oleh Allah dengan lengkap untuk hidup di muka bumi ini. Kita sama-sama memiliki akal pikiran, perasaan, hati, nafsu,dsb. Inilah modal kita.
Kita sering melihat bahwa banyak orang yang kurang beruntung dari kita seperti mereka yang cacat ternyata lebih kuat dibandingkan yang “sempurna.” Mereka ada yang tidak punya kaki, tangan atau mata tapi mereka mampu untuk hidup mandiri. Mereka mampu mencari uang sendiri tanpa mengharap belas kasihan orang lain. Tapi banyak di antara manusia yang “sempurna” belum mampu mandiri karena tidak punya pekerjaan. Ia bingung dan dilemahkan oleh mentalnya sendiri.

2. Allah memberi banyak potensi / kemampuan. Tugas kita adalah : mencari-menggali-menemukan-mengembangkan dan meningkatkan kemampuan diri tersebut.
Disadari atau tidak, sebenarnya Allah sudah memberikan kita berbagai potensi dalam diri kita. Semua itu baru muncul bila kita mencari tahu potensi kita dengan cara menggalinya. Setelah anda menemukannya lalu kembangkan dan tingkatkan.
Masalahnya adalah anda tidak akan pernah menemukan potensi-potensi anda bila anda hanya diam, bingung dan bertanya-tanya “Apa potensi saya?” Anda baru menemukan potensi anda bila anda terus menggali sampai menemukan dan menguasainya.
Dulu saya termasuk orang yang sangat takut dan tidak suka berbicara di depan umum. Tapi sekarang saya sering mengisi training. Dari apa yang sudah saya lakukan, saya perjuangkan barulah saya tahu bahwa ternyata saya punya potensi di bidang public speaking, yang sebenarnya itu termasuk yang dulunya tidak saya sukai. Saya yakin, hingga saat ini saya masih mempunyai banyak potensi dalam diri saya yang belum tergali dan belum dimaksimalkan.
Anda ingat pertama kali anda mulai belajar berenang? Mungkin anda pernah berulang kali menelan air, tenggelam, keram, anda sudah berupaya tapi kok gak maju-maju, dsb. Itulah proses yang harus dialami kalau kita mau bisa berenang. Dari kesalahan dan kegagalan kita belajar untuk mampu melakukan yang terbaik.
Syarat utama menemukan potensi diri adalah: “Bila anda tidak mulai mencoba dan terus mencoba kapan anda mampu?”

3. Moment adalah peluang yang diberikan Allah kepada kita untuk maju
Moment adalah suatu waktu yang diberikan Allah kepada kita untuk memilih: maju atau kalah. Allah memberikan banyak fasilitas kepada manusia untuk maju atau untuk kalah, untuk takwa atau untuk maksiat. Manusia diberi pilihan untuk melakukakannya dengan potensi akal dan nafsunya.
Ketika penulis masih SMP dulu, penulis pernah ditawari satu plastik pil BK oleh teman satu kelas. Ini adalah moment, apakah saya memilih jalan fujur (maksiat) atau tidak. Ketika penulis lulus dan meraih gelar sarjana S1, penulis ditawari hadiah oleh orangtua: mau ke Singapura atau umroh. Ini juga moment mau yang asyik atau mau ibadah.
Dari segi potensi,.. bila anda adalah aktivis sebuah organisasi anda sebenarnya memiliki banyak moment untuk tumbuh berkembang. Masalahnya.. apakah anda memanfaatkan peluang di depan mata untuk maju dan berkembang?
Moment bukanlah hal yang kebetulan mampir. Moment pasti ada hikmahnya. Bukan berarti seluruh moment yang ada harus kita ambil. Pikirkan apakah itu baik atau tidak untuk kita. Dan jangan berpikir apakah moment itu bisa atau tidak kita lakukan
Ketika anda diminta untuk memimpin rapat, memberi kata sambutan, membuat proposal, melobi pihak universitas, membuat mading, dsb itu adalah moment,.. itu adalah peluang besar bagi kita untuk maju. Tidak ada orang sukses yang tidak melakukan apapun. Orang sukses adalah orang yang mau dan sering melakukan tantangan dan menyelesaikannya dengan upaya yang maksimal.

4. Allah tidak pernah memberi amanah / beban yang kita tidak mampu.
Ketika ada moment di depan anda, jangan pikirkan “apakah saya mampu atau tidak?” Tapi berpikirlah apakah saya mau atau tidak,.. apakah anda mau memanfaatkan peluang untuk maju atau tidak. Ini benar-benar sebuah tawaran untuk tumbuh dan berkembang.
Setelah anda menerima peluang barulah pikirkan apa saja upaya yang harus dilakukan agar saya mampu mengemban amanah sebaik mungkin sehingga hasilnya adalah maksimal.
Ketika peluang kita ambil, yakinlah bahwa Allah tidak akan pernah memberikan amanah atau peluang yang kita tidak mampu melaksanakannya. Insya Allah peluang – peluang yang diberikan Allah akan mampu kita laksanakan.
Lalu bagaimana bila kita menemui kegagalan? Dalam Islam tidak ada gagal, karena sukses atau gagal pada hakikatnya adalah pembelajaran menuju keberhasilan. Bila anda sempat gagal, maka pikirkan apa lagi cara terbaik yang dapat anda lakukan untuk berhasil. Bila keberhasilan yang anda temukan, maka belajar dan pikirkan lagi, cara apa lagi yang terbaik agar saya bisa lebih sukses.

5. Sukses / takdir baik diberi bagi mereka yang berusaha dengan mujahadah.
Takdir bukanlah sebuah suratan dari Allah bahwa anda pasti sukses atau tidak. Anda akan menghuni surga atau neraka. Anda nantinya miskin atau tidak. Takdir baru dinyatakan takdir bila hal itu terjadi. Bila belum terjadi itu belum takdir. Maka jangan percaya bila ada orang “pintar” yang menyatakan bahwa anda ditakdirkan untuk menjadi sesuatu.
Sekalipun anda anak orang kaya, bukan jaminan kelak anda akan kaya. Sekalipun anda terlahir dari keluarga miskin, namun bila anda berjuang dengan mujahadah untuk kaya, insya Allah anda akan kaya.
Takdir baik hanya mau datang kepada mereka yang berusaha dengan sungguh-sungguh. (tentunya ditambah dengan doa). Jangan pernah berkhayal masuk surga, bila anda tidak iman, takwa dan taat kepada Allah. Jangan pernah berkhayal anda akan sukses, bila anda juga tidak “yakin”, “taat” dan “takwa” dalam meraih sukses.
Dalam konteks umum sukses, iman adalah percaya dan yakin anda mampu membuat peluang menjadi keberhasilan. Takwa adalah melakukan yang terbaik di jalan yang benar dengan cara yang benar, dan taat adalah disiplin dalam yakin dan melakukan yang terbaik. Inilah konsep mujahadah. Bermujahadalahlah maka anda akan menemui sukses.

6. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat di antara manusia lainnya.
Indikasi manusia yang sukses adalah dia banyak memberikan manfaat bagi diri, lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Anda belum sukses bila anda bermanfaat bagi diri anda sendiri. Rasulullah dinyatakan sebagai orang yang paling berpengaruh di dunia, karena beliau mampu memberikan manfaat atau pengaruh positif bagi banyak manusia.
Gali dan kembangkan potensi anda. lalu berjuang dengan mujahadah dan lakukan semua itu untuk memberikan banyak manfaat bagi orang banyak. Bila anda melakukan ini anda akan menjadi orang besar.
Bila anda berpikir “apa lagi manfaat yang dapat saya berikan?”, berarti anda tidak menunggu moment atau peluang menghampiri anda. tapi anda secara proaktif mencari peluang untuk maju dan terus berkembang. Manfaat yang anda berikan bagi orang lain adalah bukti nyata dari potensi anda. Maka buktikan anda mempunyai banyak potensi dengan cara memberikan manfaat terbaik bagi banyak orang.

7. Yakinlah Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya
Allah selalu beserta hamba-hambanya yang sabar dan menjalankan perintah-Nya. Sabar adalah kemampuan menerima kegagalan dan keberhasilan. Tidak sedikit orang yang jatuh karena gagal dan berhasil. Gagal dan berhasil adalah ujian, hanya orang yang sabar yang dapat mengatasinya.
Sabar mengandung prinsip kepasrahan terhadap apapun yang diberikan Allah kepadanya. Orang yang sangat pasrah kepada Allah adalah orang yang mampu menguak hikmah-hikmah dari peristiwa yang ia alami. Sabar membuat orang mampu berpikir jernih, menggunakan akal dan kalbunya untuk sejenak merenung. Ia mengintropeksi dirinya.
Orang sabar selalu menyatakan “innallah ma’ana.” (sesungguhnya Allahbersama kami). Ketika gagal ia berdoa, ketika berhasil ia juga berdoa. Orang yang sabar tidak meninggalkan Allah, maka ia tidak ditinggalkan Allah.

8. Doa adalah senjata utama kaum mukmin.
Bukti kepasrahan kita adalah berdoa. Doa membuktikan bahwa kita lemah dan tidak berdaya di hadapan Allah. Doa membuktikan bahwa kita tidak memiliki apapun. Potensi, kekuatan dan keberhasilan semua milik Allah. Maka pintalah kepada Allah.
Hilangkan percaya diri anda, gantilah dengan percaya diri karena percaya kepada Allah. PeDe lah bila anda sudah berdoa memasrahkan kepada Allah, lalu berjuanglah semaksimal mungkin. Allah adalah sumber kehidupan,.. Allah sumber segalanya. Segala sesuatu ada dalam genggaman Allah. Doa dan mujahadah adalah cara terbaik untuk mendapatkan sesuatu yang adadalam genggaman Allah.
When you think you are “something”, actually you are nothing. But when you think you are nothing then you are “something.” Bila kita merasa kita adalah hebat, sebenarnya di hadapan Allah kita bukan apa-apa. Namun walau prestasi kita bagus dan kita merasa kita bukan siapa-siapa namun Allah lah yang membuat kita mampu, maka insya Allah, di hadapan Allah kita adalah orang yang diperhitungkan-Nya.

Bila anda mengingat dan memahami prinsip-prinsip, hal itu akan membuat anda berpikir atau menimbang sesuatu berdasarkan prinsip. Sebagai contoh, bila ada seseorang yang meminta tolong kepada anda yang mahasiswa IT untuk memperbaiki komputernya, lalu anda teringat bahwa moment adalah peluang. Maka anda akan menerimanya karena beranggapan ini adalah peluang bagi anda untuk maju dengan mempraktkkan ilmu yang sudah anda dapatkan di kampus anda.
Oleh karena itu pahami, kuasai dan yakini 8 prinsip ini maka anda akan memandang diri anda berbeda dan hasilnya akan jauh lebih positif.

(sumber: oleh ARtikeL, reNungaN, kisaH mOtifasi)

Ketika Cinta Berbuah Surga

Di tanah Kurdistan ada seorang raja yang adil dan shalih. Dia memiliki seorang anak laki-laki yang tampan, cerdas, dan pemberani. Saat-saat paling menyenangkan bagi sang raja adalah ketika dia mengajari anaknya itu membaca Al-Quran. Sang raja juga menceritakan kepadanya kisah-kisah kepahlawanan para panglima dan tentaranya di medan pertempuran. Anak raja yang bernama Said itu, sangat gembira mendengar penuturan kisah ayahnya. Si kecil Said akan merasa jengkel jika di tengah-tengah ayahnya bercerita, tiba-tiba ada orang yang memutuskannya.

Terkadang, ketika sedang asyik mendengarkan cerita ayahnya tiba-tiba pengawal masuk dan memberitahukan ada tamu penting yang harus ditemui oleh raja. Sang raja tahu apa yang dirasakan anaknya. Maka, dia memberi nasihat kepada anaknya, “Said, Anakku, sudah saatnya kamu mencari teman sejati yang setia dalam suka dan duka. Seorang teman baik, yang akan membantumu untuk menjadi orang baik. Teman sejati yang
bisa kau ajak bercinta untuk surga.”

Said tersentak mendengar perkataan ayahnya.
“Apa maksud Ayah dengan teman yang bisa diajak bercinta untuk surga?” tanyanya dengan nada penasaran.

“Dia adalah teman sejati yang benar-benar mau berteman denganmu, bukan karena derajatmu, tatapi karena kemurnian cinta itu sendiri, yang tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaiumu karena Allah. Dan dengan dasar itu kau pun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan karena Allah. Kekuatan cinta kalian akan melahirkan kekuaan dahsyat yang membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan membawa kalian masuk surga.”

“Bagaimana cara mencari teman seperti itu, Ayah?” tanya Said.
Sang raja menjawab, “Kamu harus menguji orang yang hendak kau jadikan teman. Ada sebuah cara menarik untuk menguji mereka. Undanglah siapapun yang kau anggap cocok menjadi temanmu untuk makan pagi di sini, di rumah kita. Jika sudah sampai di sini, ulurlah dan perlamalah waktu penyajian makanan. Biarkan mereka semakin lapar. Lihatlah kemudian apa yang mereka perbuat. Saat itu, rebuslah tiga buitr telur. Jika dia tetap bersabar, hidangkanlah tiga telur itu kepadanya. Lihatlah, apa yang kemudian mereka perbuat! Itu cara yang paling mudah bagimu. Syukur jika kau bisa mengetahui perilakunya lebih dari itu.”

Said sangat gembira mendengar nasihat ayahnya. Dia pun mempraktekkan cara mencari teman sejati yang cukup aneh itu. Mula-mula ia mengundang anak-anak para pembesar kerajaan satu per satu. Sebagian besar dari mereka marah-marah karena hidangnya tidak keluar-keluar. Bahkan, ada yang pulang tanpa pamit dengan hati kesal, ada yang memukul-mukul meja, ada yang melontarkan kata-kata tidak terpuji, memaki-maki karena terlalu lama menunggu hidangan. Diantara teman anak raja itu, ada seorang bernama Adil. Dia anak seorang menteri. Said melihat sepertinya Adil anak yang baik hati dan setia. Maka dia ingin mengujinya. Diundanglah Adil untuk makan pagi. Adil memang menunggu keluarnya hidangan dengan setia. Setelah dirasa cukup, Said mengeluarkan sebuah piring berisi tiga telur rebus.

Melihat itu, Adil berkata keras, “Hanya ini sarapan kita? Ini tidak cukup mengisi perutku.” Adil tidak mau menyentuh telur itu. Dia pergi begitu saja meniggalkan Said sendirian. Said diam. Dia tidak perlu meminta maaf kepada Adil karena meremehkan makanan yang telah dia rebus dengan kedua tangannya. Dia mengerti bahwa Adil tidak lapang dada dan tidak cocok untuk menjadi teman sejati.

Hari berikutnya, dia mengundang anak seorang saudagar terkaya. Tentu saja anak saudagar itu sangat senang mendapat undangan makan pagi dari anak raja. Malam harinya, sengaja ia tidak makan dan melaparkan perutnya agar paginya bisa makan sebanyak mungkin. Dia membayangkan makanan anak raja pasti enak dan lezat. Pagi-pagi sekali, anak saudagar kaya itu telah datang menemui Said. Seperti anak-anak sebelumnya, dia menunggu waktu yang lama sampai makanan keluar. Akhirnya, Said membawa piring dengan tiga telur rebus di atasnya.

“Ini makanannya, saya ke dalam dulu mengambil air minum.” Kata Said seraya meletakkkan piring itu di atas meja. Lalu, Said masuk kedalam. Tanpa menunggu lagi, anak saudagar itu langsung malahap satu persatu telur itu. Tidak lama kemudian, Said keluar membawa dua gelas air putih. Dia melihat ke arah meja ternyata tiga telur itu telah lenyap. Ia kaget.
“Mana telurnya?” tanya Said pada anak saudagar.
“Telah aku makan.”
“Semuanya?”
“Ya, habis aku lapar sekali.”
Melihat hal itu Said langsung tahu bahwa anak saudagar itu juga tidak bisa dijadikan teman setia. Dia tidak setia. Tidak bisa merasakan suka dan duka bersama. Sesungguhnya, Said juga belum makan apa-apa. Said merasa jengkel kapada anak-anak di sekitar istana. Mereka semua mementingkan diri sendiri. Tidak setia kawan. Tidak bisa merasakan suka dan duka bersama. Akhirnya, Said meminta izin kepada ayahnya untuk pergi mencari teman
sejati.

****

Akhirnya Said berpikir untuk mencari teman di luar istana. Kemudian mulailah Said berpetualang melewati hutan,ladang, sawah, dan kampung-kampung untuk mencari seorang teman yang baik. Sampai akhirnya, di suatu hari yang cerah, dia bertemu dengan anak seorang pencari kayu yang berpakaian sederhana. Anak itu sedang memanggul kayu bakar. Said mengikutinya diam-diam sampai anak itu tiba di gubuknya. Rumah dan pakaian anak itu menunjukkan bahwa dia sangat miskin. Namun, wajah dan sinar matanya memancarkan tanda kecerdasan dan kebaikan hati. Anak itu mengambil air wudhu, lalu shalat dua rakaat. Said memerhatikannya dari balik rumpun pepohonan.

Selesai salat, Said datang dan menyapa,
“Kawan, kenalkan namaku Said. Kalau boleh tahu, namamu siapa? Kau tadi shalat apa?”
“Namaku Abdullah. Tadi itu shalat dhuha.”
Lalu, Said meminta anak itu agar bersedia bermain dengannya dan menjadi temannya. Namun, Abdullah menjawab,“Kukira kita tidak cocok menjadi teman. Kau anak orang kaya, malah mungkin anak bangsawan. Sedangkan aku, anak miskin. Anak seorang pencari kayu bakar.”
Said menyahut, “Tidak baik kau mengatakan begitu. Mengapa kau membeda-bedakan orang? Kita semua adalahhamba Allah. Semuanya sama, hanya takwa yang membuat orang mulia di sisi Allah. Apa aku kelihatan seperti anak yang jahat sehingga kau tidak mau berteman denganku? Kau nanti bisa menilai, apakah aku cocok atau tidak menjadi temanmu.”
“Baiklah kalau begitu, kita berteman. Akan tetapi, dengan syarat hak dan kewajiban kita sama, sebagai teman yang seia-sekata.”

Said menyepakati syarat yag diajukkan oleh anak pencari kayu itu. Sejak hari itu, mereka bermain bersama, pergi ke hutan bersama, memancing bersama, dan berburu kelinci bersama. Anak tukang kayu itu mengajarinya berenang di sungai, menggunakan panah dan memanjat pohon di hutan. Said sangat gembira sekali berteman dengan anak yang cerdas, rendah hati, lapang dada dan setia. Akhirnya, dia kembali ke istana dengan hati gembira.

Hari berikutnya, anak raja itu berjumpa lagi dengan teman barunya. Anak pencari kayu itu langsung mengajaknya makan di gubuknya. Dalam hati, Said merasa kalah, sebab sebelum dia mengundang makan, dia telah diundang makan. Di dalam gubuk itu, mereka makan seadanya, sepotong roti, garam, dan air putih. Namun, Said makan dengan sangat lahap. Ingin sekali rasanya dia minta tambah kalau tidak mengingat, siapa tahu anak pencari kayu ini sedang mengujinya. Oleh karena itu, Said merasa cukup dengan apa yang diberikan kepadanya. Selesai makan, Said mengucapkan hamdalah dan tersenyum. Setelah itu, mereka kembali bermain.

Said banyak menemukan hal-hal baru di hutan, yang tidak dia dapatkan di dalam istana. Oleh temannya itu dia diajari untuk mengenali dan membedakan jenis dedaunan dan buah-buahan di hutan; antara daun dan buah yang bisa dimakan, yang bisa dijadikan obat, serta yang beracun.
“Dengan mengenal jenis buah dan dedaunan di hutan secara baik, kita tidak akan repot jika suatu kali tersesat.Persediaan makanan ada di sekitar kita. Inilah keagungan Allah!” kata anak pencari kayu.

Seketika itu, Said tahu bahwa ilmu tidak hanya dia dapat dari madrasah seperti yang ada di ibukota kerajaan ilmu ada di mana-mana. Bahkan, di hutan sekalipun. Hari itu, Said banyak mendapatkan pengalaman berharga. Ketika matahari sudah condong ke Barat, Said berpamitan kepada sahabatnya itu untuk pulang. Tidak lupa, Saidmengundangnya makan di rumahnya besok pagi. Lalu, dia memberikan secarik kertas pada temannya itu.
“Pergilah ke ibu kota, berikan kertas ini kepada tentara yang kau temui di sana . Dia akan mengantarkanmu kerumahku,” kata Said sambil tersenyum.
“Insya Alloh aku akan datang.”Jawab anak pencari kayu itu.

*****

Pagi harinya, anak pencari kayu sampai juga di istana. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Said adalah anak raja. Mulanya, dia ragu untuk masuk istana. Akan tetapi, jika mengingat kebaikan dan kerendahan hati Said selama ini, dia berani masuk juga. Said menyambutnya dengan hangat dan senyum gembira. Seperti anak-anak sebelumnya yang telah hadir di ruang makan itu. Said pun menguji temannya ini. Dia membiarkannya menunggu lama sekali. Namun, anak pencari kayu itu sudah terbiasa lapar. Bahkan, dia pernah tidak makan selama tiga hari. Atau, terkadang makan daun-daun mentah saja. Dia hanya berpikir, seandainya semua anak bangsawan bisa sebaik anak raja ini, tentu dunia akan tentram. Selama ini, dia mendengar bahwa anak-anak pembesar kerajaan senang hura-hura. Namun, dia menemukan seorang anak raja yang santun dan shalih.

Akhirnya, tiga butir telur masak pun dihidangkan. Said mempersilahkan temannya untuk memulai makan. Anak pencari kayu bakar itu mengambil satu. Lalu, dia mengupas kulitnya pelan-pelan. Sementara Said mengupas dengan cepat dan menyantapnya. Lalu dengan sengaja Said mengambil yang ketiga, mengupasnya dengan cepat dan melahapnya. Temannya selesai mengupas telur. Said ingin melihat apa yang akan dilakukan temannya dengan sebitur telur itu, apakah akan dimakannya sendiri atau….?

Anak miskin itu mengambil pisau yang ada di dekat situ. Lalu, dia membelah telur itu jadi dua. Yang satu dia pegang dan yang satunya lagi, dia berikan kepada Said. Tidak ayal lagi, Said menangis terharu. Lalu Said pun memeluk anak pencari kayu bakar itu erat-erat seraya berkata. “Engkau teman sejatiku! Engkau
teman sejatiku! Engkau temanku masuk surga.”

Sejak itu, keduanya berteman dan bersahabat dengan sangat akrab. Persahabatan meraka melebihi saudara kandung. Mereka saling mencintai dan saling menghormati karena Allah SWT. Karena kekuatan cinta itu mereka bahkan sempat bertahun-tahun mengembara bersama untuk belajar dan berguru kepada para ulama yang tersebar di Turki, di Syiria, di Irak, di Mesir dan di Yaman. Setelah berganti bulan dan tahun, akhirnya keduanya tumbuh dewasa. Raja yang adil, ayah Said meninggal dunia. Akhirnya, Said diangkat menjadi raja untuk menggantikan ayahnya. Menteri yang pertama kali dia pilih adalah Abdullah, anak pencari kayu itu. Abdullah pun benar-benar menjadi teman seperjuangan dan penasihat raja yang tiada duanya.

Meskipun telah menjadi raja dan menteri, keduanya masih sering malakukan shalat tahajud dan membaca Al-Quranbersama. Kecerdasaan dan kematangan jiwa keduanya mampu membawa kerajaan itu maju, makmur, dan jaya.
baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.


Dikutip dari sebuah karya Habiburrahman El Shirazy
(sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=203949242950214)