PLaNol09i

Selamat Datang

Biasakan MEMBACA setiap hari walau sedikit..!!!

Selamat membaca!!!

Kamis, 25 Oktober 2012

Fenomena Berkata Maaf..


             Dalam sebuah acara diskusi di salah satu stasiun TV nasional. temanya “Tawuran kok jadi budaya?” di dalamnya membahas tentang tawuran siswa-siswa dari dua SMA di Jakarta yang sampai menyebabkan beberapa siswa tewas. Acara tersebut ada banyak bintang tamu dan mempertemukan orangtua tersangka dan korban tawuran tersebut. Pemandu acara mewawancarai salah satu orangtua yang anaknya diketahui terlibat dalam tawuran dan membunuh salah satu lawannya yang juga sama-sama siswa SMA. Dari hasil wawancara itu diketahui bahwa orangtua tersangka tidak mengetahui bahwa anaknya sering berkelahi di sekolah, ia hanya merasa baik-baik saja dengan anaknya sama seperti siswa-siswa lainnya. Kemudian setelah wawancara tersebut, Pemandu acara mempersilahkan orangtua tersangka memohon maaf langsung kepada orangtua korban, lalu orangtua tersangka mendatangi orangtua korban, bersalaman dan mengucapkan permohonan maafnya kemudian orangtua korban menjawab “secara Islam saya memaafkan tetapi secara hukum diproses sebagaimana mestinya”.
            Terdapat fenomena menarik dari permohonan maaf tersebut, Ada banyak peran disana, orangtua tersangka sebagai pihak bersalah, Pemandu acara sebagai penengah, dan orangtua korban sebagai pihak yang dirugikan, dan yang lain sebagai komentator.
Orangtua tersangka ternyata tidak mengetahui kalau anaknya sering berkelahi di sekolah. Tindakan apatis orangtua terhadap anak ketika berada di sekolah paling berpengaruh terhadap kepribadian anak dan reputasi orangtua tentunya. Pengawasan dan pembinaan moral terhadap anak sesungguhnya sangat penting dilakukan mulai kecil sampai dewasa. Pengawasan yang dilakukan terutama mengetahui iklim pergaulan atau lingkungan sekitar dan memikirkan dampak pergaulan tersebut pada anak.
Wawancara dari Pemandu acara merupakan upaya untuk mencari keterangan agar siapapun yang mengetahui kasus tersebut memperoleh informasi yang sebenarnya serta tidak asal omong dan sebar berita bohong. Ini pelajaran yang perlu kita ambil hikmahnya, betapa banyak orang yang kita temui atau bahkan kita sendiri yang langsung menuduh bersalah orang lain karena belum paham akan akar masalahnya. Allah Swt. mengajarkan kepada kita agar hendaknya ketika orang membawa suatu kabar berita pada kita maka telitilah terlebih dahulu. Kita diperintahkan agar berhati-hati dalam mengonsumsi informasi dari manapun datangnya, jangan sampai kita termasuk orang-orang yang merugi karena termakan provokasi dari pihak-pihak yang sengaja ingin menghancurkan kita. Akibatnya keburukan yang kita dapatkan, mati sia-sia, di akhirat masuk neraka. Nauzubillah..
           Tindakan mempersilahkan orang untuk meminta maaf merupakan tindakan yang bijak. Keberadaan penengah dari pertikaian sangat penting, penengah adalah orang yang paling didengar kata-katanya, jika ingin mengambil penengah pilihlah orang yang dituakan (dihormati) atau orang yang paling dekat dari kedua pihak atau salah satu pihak. Pemandu acara dalam acara tersebut adalah orang yang paling didengar perkataannya sehingga permasalahan pun mudah terselesaikan.
Menyampaikan permohonan maaf secara langsung di depan khalayak merupakan sikap positif yang perlu kita teladani. Di zaman sekarang sulit kita temui fenomena seperti ini, kita yang bertikai lebih menuruti egoisme dibanding kebaikan jangka panjang. Dalam sebuah riwayat, Sahabat Rasulullah Saw. mendatangi Rasulullah Saw. untuk meminta nasehat. Rasulullah Saw. berkata ”Jangan Marah..!!!” pertanyaan sahabat itu diulangi sampai tiga kali dan jawabannya tetap sama. Ini berarti bahwa begitu pentingnya menjaga diri dari kemarahan karena sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan kita.
         Memaafkan merupakan tindakan paling sulit dari kebanyakan orang yang merasakannya. Memaafkan butuh keikhlasan, memang benar kata banyak motivator bahwa ikhlas adalah tindakan yang paling sulit dilakukan tetapi bukan tidak mungkin kita lakukan. Ditambah lagi pernyataan banyak da’i bahwa Allah itu Maha Pengampun bagi hamba-Nya, alangkah bodohnya kita sesama manusia tidak saling memaafkan.

MENGALAH TAPI TAK KALAH

        Petang itu, tepatnya tanggal 24 oktober 2012 iqomah sholat isya berkumandang dari masjid dekat tempat tinggalku. Kupercepat langkahku menuju masjid dengan maksud mendapatkan barisan terdepan dalam shalat berjama’ah, namun ternyata barisan terdepan sudah penuh. Kurapatkan diri pada barisan kedua dan berusaha larut dalam nikmatnya shalat kala itu. Nampaknya ada sesuatu yang berbeda dari shalat berjamaah kali ini, bedanya berasal dari salah seorang jamaah yang masih terlihat muda yang mengeraskan sedikit suaranya ketika imam membaca “Sami Allahu liman hamidah”. Imam kami kala itu membaca “Sami Allahu liman hamid” dalam artian kurang lengkap. Selama empat rakaat imam itu membaca bacaan yang sama dan sedetik kemudian terdengar suara pemuda itu sedikit mengeraskan suaranya dengan bacaan yang lengkap dengan maksud meluruskan bacaan imam dan kami pun sebagai jamaah tahu bahwa si pemuda itu berniat meluruskan bacaan imam.
        Setelah shalat, terdengar salah seorang jamaah bagian depan mengeluarkan suara dengan sedikit keras kepada pemuda tersebut “kalau berbeda pendapat, jangan seperti itu caranya menyampaikan”, hingga kami pun sedikit terkejut dengan tingkah jamaah yang satu ini. Salah seorang jamaah yang oleh jamaah lain sering dipanggil Puang ini dikenal sebagai orang yang “di-tua-kan” di masjid tersebut karena ia ketua pembangunan masjid dan memang umurnya yang tua juga ikut mendukung. Pemuda itu juga tidak tinggal diam dan berusaha menyampaikan pendapatnya terkait aksinya saat shalat isya tadi. Kemudian imam yang masih berada di depan berzikir dengan sedikit meninggikan suaranya dengan maksud menenangkan kedua belah pihak yang berdebat itu.
        Setelah berdoa dan shalat sunnah ba'diah perdebatan kembali terjadi masih di dalam masjid, kali ini melibatkan banyak orang diantaranya “para sesepuh” di masjid itu dan hampir semua mendukung puang yang menyatakan ketidaksetujuannya dengan aksi pemuda itu, para jamaah dengan segera membentuk lingkaran tidak ketinggalan imam shalat tadi. Si pemuda dengan istiqomahnya mempertahankan argumennya, belum sempat menyelesaikan argumen tersebut, kemudian dari kubu Pro Puang melancarkan terus aksi protesnya terhadap si pemuda, perdebatan sengit pun terjadi. Saya lebih memilih memperhatikan perdebatan tersebut dan berdiri di garis tak berpihak.
Kubu pro Puang memandang si Pemuda sebagai orang yang “salah” dan berbeda aliran dengan mereka, namun si Pemuda yang hanya seorang diri tetap pada pendiriannya bahwa aksinya tadi tidaklah salah karena ia meluruskan bacaan imam dan tidak ada bedanya dengan meluruskan bacaan ayat-ayat pendek yang di baca imam setelah membaca Surah Al Fatihah sambil menyodorkan selebaran berisi bacaan-bacaan shalat dan mencoba meyakinkan orang-orang yang tidak sepaham bahwa ia dan jamaah lainnya sesama muslim dan bukan dari aliran manapun. Si Pemuda berulang kali meminta maaf kepada para “sesepuh masjid” sebagai tanda menghormati mereka karena bagaimanapun yang muda tetap menghormati yang tua walau berseberangan pendapat. Dan saya menilai si Pemuda tersebut sebagai orang paham dengan persoalan semacam ini dan berada pada koridor yang benar, hanya saja orang-orang yang belum paham itu bersikeras dengan pendapat mereka seakan hati mereka membatu untuk menerima kebenaran.
          Dari kejadian itu, Saya jadi teringat dengan kisah Perang Badar dimana kaum muslimin pada saat itu berada di pihak yang benar dan orang kafir di pihak yang salah. Jumlah kaum muslimin sangatlah sedikit dibanding dengan kaum kafir tetapi terjadi adalah kemenangan yang diraih oleh kaum muslimin yang sedikit itu. kemudian dari perdebatan di masjid tadi memberikan gambaran kemenangan berada pada pemuda tersebut, permohonan maaf sebagai tanda kerendahan hati dan upaya untuk meluluhkan hati orang-orang yang kontra terhadapnya. Secara kasat mata kemenangan itu tidak nampak, tapi pemuda itu berhasil memenangkan hati orang-orang yang kontra tersebut dan pertemuan itu di akhiri dengan canda-tawa dan salam-salaman. 
Tugas Individu
Mata Kuliah : Perencanaan Kawasan Kota Tepian Air
Dosen          : Dr. Baharuddin Koddeng, ST., M. Arch.



PROYEK KAWASAN PESISIR
(STUDI KASUS JEMBATAN SURABAYA-MADURA (SURAMADU))





NAMA : MUH. KAMAL GANI S.
NIM    : 60800109023



JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2012
 
 
 
 
 
 
 
Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu)
Jembatan Nasional Suramadu adalah jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan, tepatnya timur Kamal), Indonesia. Dengan panjang 5.438 m, jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat ini. Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge), dan jembatan utama (main bridge).
Jembatan ini diresmikan awal pembangunannya oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Agustus 2003 dan diresmikan pembukaannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juni 2009[2]. Pembangunan jembatan ini ditujukan untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura, meliputi bidang infrastruktur dan ekonomi di Madura, yang relatif tertinggal dibandingkan kawasan lain di Jawa Timur. Perkiraan biaya pembangunan jembatan ini adalah 4,5 triliun rupiah.
Pembuatan jembatan ini dilakukan dari tiga sisi, baik sisi Bangkalan maupun sisi Surabaya. Sementara itu, secara bersamaan juga dilakukan pembangunan bentang tengah yang terdiri dari main bridge dan approach bridge.

Pembangunan Jembatan Suramadu
Di tahun 1960-an, Prof. Dr. Sedyatmo (alm) mengusulkan sebuah ide mengenai hubungan langsung antara pulau Sumatera dan Jawa. Sebuah ide dan teroboson 'berani' di zaman itu. Ide itu ternyata mendapat respon. Sebagai tindak lanjut, tahun 1965 dibuatlah uji coba desain (jembatan Sumatera-Jawa (Jembatan Selat Sunda) yang dibuat di Institut Teknologi Bandung (ITB). Gagasan dan konsep-konsep pengembangan jembatan antar pulau selanjutnya disampaikanlah kepada Presiden RI Soeharto awal Juni 1986.
Bulan Februari 1986, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bertemu dengan delegasi dari perusahaan perdagangan Jepang. Kemungkinan kerjasama proyek-proyek di Indonesia pun dibahas. Gayung pun bersambut. Para delegasi Jepang tersebut menyatakan memberi angin positif untuk kerjasama dalam proyek hubungan langsung Jawa-Sumatera-Bali.
Pemerintah Indonesia juga semakin bersemangat melakukan persiapan. Atas dasar konsep-konsep dari Prof. Sedyatmo, Juni 1986, Presiden Soeharto menunjuk Menteri Negara Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) BJ Habibie. Kajian awal kemungkinan hubungan langsung antarpulau Sumatera-Jawa-Bali pun dilakukan.
Proyek ini diberi nama Tri Nusa Bima Sakti. BPPT diberi tugas melakukan studi terkait dengan kondisi alam, sedangkan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) melakukan studi tentang sosio-ekonomi dan implementasi. Di waktu yang sama, delegasi Jepang yang dipimpin Dr. Ibukiyama datang ke Indonesia untuk melakukan kajian awal. (JIF), sebuah forum kerjasama yang dibentuk perusahaan swasta Jepang dan BPPT mengusulkan untuk menyelanggarakan seminar di Jakarta sebagai usaha mempromosikan proyek Trinusa Bima Sakti. Seminar dengan judul "Japan-Indonesia Seminar on Large Scale Bridges and Under Sea Tunnel" dilaksanakan di Jakarta, 21-24 Japan-IndonesiaScience and Technoloy Forum September 1986. Seminar tersebut kemudian dilanjutkan dengan serangkaian studi pendahuluan hingga tahun 1989. Karena studi tersebut mencakup hubungan tiga pulau atau lebih, nama proyek disempurnakan menjadi "Proyek Tri Nusa Bima Sakti dan Penyeberangan Utama". Dari kajian-kajian yang dilakukan, yang dianggap layak untuk segera diimplementasikan adalah hubungan langsung Jawa-Madura/ Bali.
Waktu terus bergulir. Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dan BPPT, Desember 1986, secara terpisah menyampaikan proposal terkait proyek Tri Nusa Bima Sakti kepada Bappenas dan Sekretariat Kabinet (Setkab). Di saat yang sama, hasil kajian yang dipimpin oleh Dr. Ibukiyama juga dikirimkan ke Bappenas dan Setkab.
Tujuh bulan kemudian, dalam rapat tahunan JIF yang membahas kerjasama teknik, perwakilan dari Jepang menyetujui mengirimkan dua tenaga ahli, yaitu ahli Geologi dan ahli Vulkanologi. Mereka bertugas membantu BPPT melakukan kajian tentang kondisi alam. Sementara untuk studi sosio-ekonomi dan implementasi, DPU dibantu seorang ahli bidang Perencanaan Transportasi dan Rekayasa Jembatan/ Terowongan. Dalam perjalanan waktu, muncul kendala dalam pengadaan tanaga ahli Geologi untuk jangka panjang. Delegasi Jepang (Kementerian Trasportasi) mengusulkan pemikiran di mana survei geologi dilaksanakan setelah didapat hasil kajian tentang prospek perencanaan transportasi dan perencanaan konstruksi jembatan/ terowongan.
Tindak lanjutnya, Juli 1988, Mr. Furuya Nobuaki, ahli transportasi dan rekayasa jembatan/ terowongan dari Badan Otorita Jembatan Honshu-Shikoku mulai berkantor di DPU. Kemudian bulan Oktober 1988, Mr. Kobayashi, ahli dari Perusahaan Umum Pembangunan Jaringan Kereta Api Jepang menginjakkan kaki di BPPT.
Selanjutnya, Desember 1988, dilakukan kesepakatan antara DPU dan BPPT tentang kajian bagi proyek tersebut. DPU bertanggung jawab melaksanakan studi sosio-ekonomi, termasuk di dalamnya estimasi kebutuhan lalulintas, sambil melakukan kemitraan dengan instansi lain. Sedangkan BPPT bertugas melaksanakan studi pengembangan teknik dan kondisi alam. Dari kesepakatan itu, sebuah komite akan dibentuk agar pelaksanaan studistudi tersebut berjalan efektif.
Perjalanan kemudian sampai di 9 Januari 1989, saat dibentuk untuk Proyek Tri Nusa Bima Sakti dan Penyeberangan Utama yang terdiri dari :

Ketua
Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro
Deputi Adm. BPPT

Ketua I
Ir. Ruslan Diwiryo
Deputi Pengembangan Wilayah Bappenas

Ketua II
Ir. Suryatin Sastroamijoyo
Dirjen Bina Marga, DPU


Pra Studi Kelayakan Jembatan Suramadu
Langkah kemudian pun semakin konkret dengan dilaksanakannya Preliminary study on Pra Studi Kelayakan Jembatan Suramadu Surabaya-Madura Bridging Project oleh JIF dan BPPT atas biaya dari pihak Jepang, Maret-Oktober 1990. Hasilnya diperoleh rekomendasi penting, bahwa dengan kondisi Surabaya sebagai pelabuhan terbesar kedua setelah Jakarta, serta industri ekspor sistem padat karya, maka pengembangan pulau Madura menjadi kunci pokok dalam perluasan kota metropolitan Surabaya.
Melihat potensi pengembangan yang tinggi, maka pembangunan Jembatan Suramadu menjadi penting. Rekomendasi ini kemudian menjadi titik penguat untuk melakukan studi teknis dan studi pendukung lainnya. Studi ini berlangsung tahun 1990 hingga 1995. BPPT pun menyiapkan biaya dari anggaran Daftar Isian Proyek (DIP).
Akhirnya, 14 Desember 1990 Proyek Pembangunan Jembatan Surabaya-Madura dan Pengembangan Kawasan dikukuhkan sebagai proyek nasional melalui penerbitan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1990 tentang Proyek Pembangunan Jembatan Surabaya-Madura yang sekaligus memutuskan untuk membentuk tim yang terdiri dari: Menhankam, Menkeu, Men. PU, Menperin, Menhub, Menparpostel, Mentamben, Menneg.PPN/Ketua Bappenas, Menpera.

1. Tim Pengarah
Ketua Tim Pengarah :
Menteri Negara Riset dan Teknologi/ Kepala PPT
Anggota :
Menneg.KLH, Panglima ABRI, KS TNI AL, Ketua BPN, Ketua BKPM,
Koordinator Proyek.
Sekertaris tim pengarah
Deputi Ketua Bidang Administrasi BPPT. \

2. Tim Pengawas
Ketua Tim Pengawas : Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur
Anggota Tim Pengawas : Instansi-instansi terkait yang diangkat/ diberhentikan oleh Ketua TimPengawas.

3. Koordinator Proyek
Koordinator Proyek : MohammadNoer, yang dibantu oleh para pembantunya yang diangkat oleh Koordinator Proyek Berdasarkan SK Menneg. Ristek/Ka. BPPT No: 283/M/BPPT/VI/91, telah ditunjuk PT. Dhipa Madura Pradana (PT. DMP) sebagai Pelaksana Proyek Pembangunan Jembatan Surabaya-Madura dan Pengembangan Wilayah bekerjasama dengan institusi terkait.

Selanjutnya PT. DMP membentuk Konsorsium Indonesia yang terdiri dari: PT. Jasa Marga, BPIS, PT SIER, dan PT BUKAKA. Selain itu juga dibentuk Konsorsium Jepang yang terdiri dari: Mitshubishi Corp, Itochu, Shimizu, Long Term Credit Bank (LTCB). Rapat pertama tim pengarah yang dilaksanakan Maret 1991, memutuskan pembinaan koordinasi proyek ini dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Agenda selanjutnya dibuat rencana kegiatan oleh pelaksana proyek. Terkait dengan tinggi bebas dan bentang bersih jembatan (clearance) jembatan, dikoordinasikan dengan Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan Departemen Perhubungan.

Di rapat kedua, Maret 1992, tim pengarah meminta agar PT. DMP segera menyelesaikan Feasibility Study dan Bankable Proposal. Rapat juga memutuskan agar BPPT membantu DPU dan PT DMP dalam melaksanakan studi teknis jembatan yang meliputi survei, engineering design dan pengujian. Dan di rapat ketiga tim pengarah, Maret 1994, DPU menyatakan kesiapannya untuk mendukung proyek ini dengan menyiapkan PSDPU (Prasarana dan Sarana Dukungan Pekerjaan Umum). Pihak PT. DMP kemudian diminta segera menyelesaikan Action Program yang baku beserta studi lingkungan untuk pengembangan kawasan dan studi resettlement. Selain itu BUMNIS/ BUMD juga akan diikutsertakan dalam proyek ini sebagai pemegang saham.
Setelah memasuki rapat keempat, April 1995, Konsorsium Jepang diminta segera mengusahakan pendanaan. Sementara PT DMP diminta segera menyelesaikan pembebasan tanah untuk keperluan kawasan. Pelaksanaan proyek di lapangan selanjutnya dibawah tanggungjawab DPU.

Krisis Moneter yang Menunda
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 menunda sejumlah proyek besar, salah satunya Jembatan Suramadu. Namun, malang tak dapat ditolak. Semangat berletup untuk segera mewujudkan proyek besar ini harus redup sesaat. Krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara, juga menerpa Indonesia. Kondisi ekonomi pun menjadi carutmarut. Krisis yang tak mampu ditepis membawa efek domino yang berakibat langsung pada rencana pembangunan jembatan Suramadu. Dengan kondisi ini, dalam sidang kabinet 16 September 1997, pemerintah memutuskan untuk menunda pelaksanaan pembangunan beberapa proyek besar termasuk rencana pembangunan jembatan Suramadu. Penundaan tersebut diperkuat dengan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1997, tanggal 20 September 1997, tentang Penangguhan/ pengkajian kembali proyek pembangunan BUMN dan swasta yang berkaitan dengan Pembangunan/ BUMN.
Penundaan ini dimaksudkan untuk mengamankan kesinambungan perekonomian dan jalannya pembangunan nasional. Proyek Jembatan Surabaya-Madura termasuk dalam daftar proyek yang ditangguhkan. Namun bukan berarti proyek ini berhenti. Dalam Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1998 tentang prioritas program infrastruktur, dinyatakan apabila pembangunan Jembatan Surabaya-Madura akan dilanjutkan, maka kegiatan tersebut harus masuk daftar prioritas infrastruktur yang dikoordinasikan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Sebuah perubahan kemudian terjadi. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Juni 1998, menyatakan pelaksanaan proyek pembangunan jembatan Surabaya-Madura tidak lagi melibatkan PT DMP. Untuk itu perlu dilakukan dievaluasi kembali tentang adanya konsorsium baru, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Upaya Provinsi Jawa Timur Meneruskan Pembangunan
Semangat desentralisasi yang tertuang dalam UU Nomor 22/1999 tentang Otonomi Daerah, tanggal 7 Mei 1999, memberikan kewenangan kepada daerah dalam hal ini Propinsi Jawa Timur untuk berperan dalam Pembangunan Jembatan Surabaya-Madura. Pada bulan Desember 1999 dilakukan rapat koordinasi antara Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur, PT. Jasa Marga dan Koordinator Proyek di Surabaya: Kesepakatan yang didapat pada pertemuan tersebut adalah:
Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur bermaksud untuk mengambil alih tanggungjawab pelaksanaan proyek Jembatan Suramadu dari Departemen Pekerjaan Umum pada bulan September 2000. PT. Jasa Marga akan bertindak sebagai fasilitator dalam melakukan evaluasi biaya investasi dan penyelenggaraan jalan tol untuk Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur.
Untuk itu PT. Jasa Marga akan membantu mengevaluasi aspek investasi dengan skema Special Yen Credit, Soft Loan atau Modifikasi Investasi. Sesuai dengan semangat reformasi masyarakat Madura menginginkan dilaksanakannya redesign terhadap jembatan Suramadu. Engineering Design Jembatan beserta hasil pengujian dan studi pendukung lainnya yang telah ada, akan diminta dari BPPT dan Departemen Pekerjaan Umum untuk memudahkan dalam kegiatan Kaji Ulang Studi Kelayakan (Review Feasibility Study) dan redesign jembatan.

Melalui Surat Gubernur Jatim Nomor: 602/1746/201/2001, tanggal 11 Oktober 2001 dan Nomor: 602/2332/201.3/2001, tanggal 26 November 2001, Pemerintah Jawa Timur mengajukan Permohonan Inisiasi Pelaksanaan Pembangunan Jembatan Suramadu dan Pencabutan Keputusan Presiden RI nomor 55 Tahun 1990.
Selain itu, 14 Januari 2002 dilakukan sosialisasi pembangunan jembatan Suramadu oleh Gubernur Jawa Timur, Imam Utomo di depan alim ulama dan tokoh masyarakat Madura di Pamekasan. Rencana melanjutkan kembali pembangunan Jembatan Suramadu ini direspon dan sambutan yang sangat baik dari masyarakat Madura. Mereka juga mengharap kesungguhan pemerintah pusat dalam rencana pembangunan Jembatan Suramadu. Selain itu Bupati / DPRD diharapkan mengantisipasi selesainya pembangunan jembatan ini dengan tata ruang, perencanaan ekonomi, serta rencana induk pembangunan Pulau Madura dengan tepat. Langkah pemerintah provinsi ini dijawab oleh Pemerintah Pusat melalui Surat Menteri Negara Ristek/ Kepala BPPT kepada Presiden RI, No: 07/M/I/2002, tanggal 23 Januari 2002, perihal Inisiasi Pelaksanaan Pembangunan Jembatan Suramadu, yang menyatakan dukungan penuh atas langkah nyata yang diambil oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur.
Melalui surat tersebut juga dinyatakan perlunya diterbitkan Keputusan Presiden baru untuk menyatakan bahwa proyek Jembatan Suramadu adalah termasuk proyek prioritas dan sekaligus mencabut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1990.

Kepres 79/2003 merupakan titian awal dimulainya kembali pembangunan Jembatan Suramadu. Seiring membaiknya situasi perekonomian, maka keluarlah Keputusan Presiden Nomor 79 tanggal 27 Oktober 2003 tentang pembangunan Jembatan Surabaya-Madura yang menyatakan bahwa pembangunan Jembatan Suramadu dapat dilanjutkannya kembali.
Dalam Keputusan Presiden tersebut juga dinyatakan pembangunan Jembatan Suramadu dilaksanakan sebagai bagian dari pembangunan kawasan industri, perumahan dan sektor lainnya dalam wilayah kedua sisi ujung jembatan. Pelaksanaan pembangunan Jembatan Suramadu juga harus memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Timur dan Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK) Gersik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbang Kertosusila) serta Pamekasan, Sampang dan Sumenep. Dengan Jembatan Suramadu, yang akan menghubungkan Surabaya dengan Pulau Madura melalui jalan darat, diharapkan ketimpangan sosial dapat segera direduksi. Arus transportasi yang cepat dan efektif akan membuat perkembangan Madura segera melejit, bersaing dengan daerah-daerah lain.
Tata wilayah dan tata guna lahan juga akan terbentuk secara proporsional. Proyek ini kelak diharapkan dapat mengukir sejarah baru dalam perkembangan transportasi di Indonesia karena untuk pertama kalinya dibangun jembatan yang menghubungkan antar dua pulau, sekaligus menjadi jembatan terpanjang di Indonesia.

Jembatan Suramadu yang pemancangan tiang pertamanya dilakukan pada 20 Agustus 2003 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri saat ini bisa tahan terhadap guncangan gempa sampai 7 skala Richter. Jembatan ini pun dirancang dengan sistem antikorosi pada fondasi tiang baja.Karena menghubungkan dua pulau, teknologi pembangunan Jembatan Suramadu didesain agar memungkinkan kapal-kapal dapat melintas di bawah jembatan. Itulah sebabnya, di bagian bentang tengah Suramadu disediakan ruang selebar 400 meter secara horizontal dengan tinggi sekitar 35 meter. Untuk menciptakan ruang gerak yang lebih leluasa bagi kapal-kapal, di bagian bentang tengah Suramadu dibangun dua tower (pylon) setinggi masing-masing 140 meter dari atas air. Kedua tower ini ditopang sebanyak 144 buah kabel penopang (stayed cable) serta ditanam dengan fondasi sedalam 100 meter hingga 105 meter.´Total panjang tower sekitar 240 meter. Ini sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya,´ kata Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Hermanto Dardak. Kuat 100 tahun Secara keseluruhan, pembangunan Suramadu menghabiskan sekitar 650.000 ton beton dan lebih kurang50.000 ton besi baja. Tak heran, dinas pekerjaan umum mengklaim Suramadu sebagai megaproyek yang menghabiskan dana total mencapai Rp 4,5 triliun.
Jembatan ini dirancang kuat bertahan hingga 100 tahun atau hampir menyamai standar Inggris yang mencapai 120 tahun. Karena berada di tengah lautan, Suramadu berpotensi terkendala faktor angin besar yang potensial terjadi ditengah lautan. Untuk memastikan keamanan kendaraan yang melintas di atas Suramadu, Departemen Pekerjaan Umum akan membangun pusat monitoring kondisi cuaca, khususnya angin.´Jika kecepatan angin sudah mencapai 11 meter per detik atau sekitar 40 kilometer per jam, jembatan harus ditutup untuk kendaraan roda dua demi keselamatan pengendara,´ ujar Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Jika kecepatan angin bertambah hingga 18 meter per detik atau sekitar 65 kilometer per jam, jalur untuk kendaraan roda empat akan ditutup. Langkah ini semata-mata untuk keselamatan dan kenyamanan pengendara. Adapun konstruksi jembatan akan tetap aman karena Jembatan Suramadu dirancang tetap kokoh meski ditempa angin berkecepatan lebih dari 200 kilometer per jam. Bukan cuma kuat dari terpaan angin, Jembatan Suramadu juga didesain mampu menopang kendaraan sesuai standar as atau axle di daratan. Dengan demikian, Suramadu diperkirakan mampu menahan beban dengan berat satu as kendaraan sekitar 10 ton. Cukup lima menit Setelah diresmikan, diperkirakan Jembatan Suramadu akan dilintasi 8.000-9.000 sepeda motor per hariserta sekitar 4.000 kendaraan roda empat per hari. Jumlah ini berdasarkan perhitungan sebelumnya, kendaraan yang melintasi Ujung-Kamal dengan menggunakan kapal feri sekitar 2,4 juta sepeda motor per tahun (62 persen) serta 1,5 juta kendaraan roda empat per tahun (38 persen). Selain bakal padat, jembatan ini pun pasti akan sangat membantu masyarakat karena waktu tempuh Surabaya-Madura bisa dipersingkat.
Jika sebelumnya menggunakan feri dibutuhkan waktu sekitar 30 menit, sekarang dengan menggunakan Suramadu cukup ditempuh lima menit. Sempat tersendat Pembangunan Suramadu dalam perjalanannya sempat menemui kendala dana. Terhambatnya pencairan dana menyebabkan pembangunan approach bridge atau jembatan pendekat sisi Surabaya sepanjang 672 meter tersendat September 2008.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur akhirnya menalangi dana pembangunan melalui Bank Jatim sebesar Rp 50 miliar sebelum dana pinjaman dari Bank Exim of China sebesar 68,9 juta dollar AS cair. Studi pembangunan yang kurang sempurna menyebabkan perkiraan biaya pembangunan juga meleset, seperti tiang pancang jembatan yang awalnya hanya didesain setinggi 45 meter akhirnya bertambah menjadi sekitar 90 meter. Karena itu, dari estimasi awal nilai kontrak sebesar Rp 4,2 triliun, biaya pembangunan akhirnya membengkak hingga Rp 4,5 triliun. Pembiayaan pembangunan Suramadu 55 persen ditanggung pemerintah dan 45 persen sisanya pinjaman dari China. Dari total biaya pembangunan Suramadu sebesar Rp 4,5 triliun, sekitar Rp 2,1 triliun diantaranya berutang kepada China. Mahalnya pemikiran dan biaya pembangunan Suramadu diharapkan mampu menumbuhkan geliat ekonomi Tanah Air, terutama Jawa Timur.

Konstruksi

Jembatan Suramadu pada dasarnya merupakan gabungan dari tiga jenis jembatan dengan panjang keseluruhan sepanjang 5.438 meter dengan lebar kurang lebih 30 meter. Jembatan ini menyediakan empat lajur dua arah selebar 3,5 meter dengan dua lajur darurat selebar 2,75 meter. Jembatan ini juga menyediakan lajur khusus bagi pengendara sepeda motor disetiap sisi luar jembatan.

Ø Jalan layang

Jalan layang atau Causeway dibangun untuk menghubungkan konstruksi jembatan dengan jalan darat melalui perairan dangkal di kedua sisi. Jalan layang ini terdiri dari 36 bentang sepanjang 1.458 meter pada sisi Surabaya dan 45 bentang sepanjang 1.818 meter pada sisi Madura.
Jalan layang ini menggunakan konstruksi penyangga PCI dengan panjang 40 meter tiap bentang yang disangga pondasi pipa baja berdiameter 60 cm.

Ø Jembatan penghubung

Jembatan penghubung atau approach bridge menghubungkan jembatan utama dengan jalan layang. Jembatan terdiri dari dua bagian dengan panjang masing-masing 672 meter.
Jembatan ini menggunakan konstruksi penyangga beton kotak sepanjang 80 meter tiap bentang dengan 7 bentang tiap sisi yang ditopang pondasi penopang berdiameter 180 cm.

Ø Jembatan utama

Jembatan utama atau main bridge terdiri dari tiga bagian yaitu dua bentang samping sepanjang 192 meter dan satu bentang utama sepanjang 434 meter.
Jembatan utama menggunakan konstruksi cable stayed yang ditopang oleh menara kembar setinggi 140 meter. Lantai jembatan menggunakan konstruksi komposit setebal 2,4 meter.
Untuk mengakomodasi pelayaran kapal laut yang melintasi Selat Madura, jembatan ini memberikan ruang bebas setinggi 35 meter dari permukaan laut. Pada bagian inilah yang menyebabkan pembangunannya menjadi sulit dan terhambat, dan juga menyebabkan biaya pembangunannya membengkak.


Gambar 1. Jembatan Suramadu


Gambar 2. Jembatan Suramadu
Profil Singkat Proyek Jembatan Suramadu
Nama resmi
Jembatan Nasional Suramadu
Mengangkut
8 lajur
Melintasi
Daerah
Pengelola
PT Jasa Marga (sementara)
Desain
Panjang total
5438 m (17841 ft 2 in)
Lebar
30 m (98 kaki)
Tinggi
146 m (479 kaki)
Rentang terpanjang
434 m (1,424 kaki)
Jumlah rentangan
2 (jembatan utama)
6 (keseluruhan)
Ruang vertikal
35 m (115 kaki)
Mulai dibangun
Dibuka
Tol
Rp. 30.000,00 (roda 4)
Rp. 3.000,00 (roda 2)
[1]










Referensi: