PLaNol09i

Selamat Datang

Biasakan MEMBACA setiap hari walau sedikit..!!!

Selamat membaca!!!

Rabu, 25 Mei 2011

Cara Penulisan Daftar Pustaka untuk Karya Ilmiah

Membuat daftar pustaka kadangkala kita sepelekan baik dalam membuat makalah ilmiah maupun non-ilmiah. Namun tahukah anda bahwa mengabaikan referensi atau daftar pustaka dapat berakibat pada keabsahan karya anda, bisa saja orang yang membaca karya anda akan mengira anda menjiplak karena anda tidak mencantumkan daftar pustaka ini. Oleh karena itu kali ini saya akan membahas mengenai cara menulis daftar pustaka.


Mengapa harus belajar menulis? bukannya orang – orang sudah paham hal sepele ini? . Walau banyak orang yang sudah tahu caranya tapi pembahasan ini dimaksudkan agar anda memperhatikan dengan detail mengenai daftar pustaka tersebut. Sehingga anda dapat mengurangi ‘human error’ dalam pembuatan makalah anda.

Merujuk pada kaidah penulisan urutan daftar pustaka harus disusun menurut abjad nama keluarga (family name) pengarang. Dalam menulis daftar pustaka ini juga anda tidak boleh sembarang mencantumkan, misalnya buku petunjuk penulisan daftar pustaka hal ini tidak perlu dicantumkan karena tidak relevan dengan karya anda.

Adapun yang anda masukkan dalam daftar pustaka yang utama adalah buku – buku yang anda kutip maupun yang anda jadikan acuan. Adapun untuk memudahkan anda , sebaiknya mengikuti aturan penulisan daftar pustaka sebagai berikut:

1. Daftar Pustaka ditulis pada halaman belakang sebelum lampiran. Tulis judul ‘DAFTAR PUSTAKA’.

2. Tulis semua butir publikasi dengan urutan abjad nama pengarang dan tahun. Jika terdapat nama pengarang dan tahun yang sama, maka setelah angka tahun beri akhiran a, b, c, dst. Publikasi tanpa nama pengarang ditulis diawal dan diurut berdasarkan tahun dan urutan abjad judul. Rincian referensi dapat diperoleh dari halaman judul atau halaman kulit dalam suatu buku. Jika itu merupakan majalah maka nama majalah dan volume bisa dilihat di halaman judul. Sedangkan nama pengarang dan judul artikel bisa dilihat di halaman awal artikel.

Adapun penulisan daftar pustaka dapat mengikuti kaidah sebagai berikut :

a. Jika acuan berupa buku maka format penulisan sebagai berikut:
Nama_Pengarang. (Thn_Publikasi). Judul_Buku. seri. Penerbit, Kota.

Contoh:
Rusli, H.(1991). Kewajiban-kewajiban Perusahaan di Indonesia. Huperindo, Jakarta.
Lasmana, E.(1992). Sistem Perpajakan di Indonesia, jilid-1. Prima Kampus Grafika, Jakarta.
Marsius, J.(1991). Perilaku Harga Jasa Dokter di Kodya Palembang. Skripsi S1. Universitas Sriwijaya, Palembang.
Cushing,B.E.(1991). Sistem Informasi Akuntansi dan Organisasi Perusahaan, edisi ke-3. Terjemahan Kosasih,R.Erlangga,Jakarta.

b. Jika acuan berupa artikel di dalam buku, maka format penulisan sebagai berikut
Nama_Pengarang. (Thn_Publikasi). Judul_Artikel dalam Nama_Editor(ed.) Judul_Buku. seri. Penerbit, Kota.

Contoh:
Hedley, C.(1971). Reading dan Language Difficultiesm dalam Wilson, J.A.R.(ed.) Diagnosis of Learning Difficulties, pp135-156. McGraw-Hill, New-York.

c. Acuan berupa artikel di dalam majalah, format penulisannya
Nama_Pengarang. (Thn_Publikasi). Judul_Artikel. Judul_Majalah, volume (nomor), halaman.

Contoh:
(1983). Issues in education today. Journal of Community Studies. Vol 6(10), pp2-4.
Widodo, J.(1993). Analisis kestabilan sistem. Jayabina, 1(1),pp16-36.

d. Referensi dari internet
Nama_penulis, thn_edit, judul_artikel, alamat_situs

Keterangan:

Nama_Pengarang, Nama_Editor
Tulis dengan huruf tegak. Tulis nama keluarga diikuti dengan inisial nama diri.

Contoh: Kurniawan, O., Marsius, J. dan Halim, F.A. ….
Kalau nama pengarang tidak ada, ditulis Anonim atau Anonymous, dst

Tahun_Publikasi
Tulis di dalam tanda kurung, akhiri dengan tanda titik. Isi dengan angka tahun publikasi. Ada ditemui suatu publikasi yang selalu dicetak ulang walaupun edisinya sama. Untuk kasus ini yang ditulis adalah tahun publikasi pertama kali muncul dan bukan tahun cetak terakhir.

Judul_Buku, Judul_majalah, Judul_Artikel
Judul buku : huruf miring, huruf kecil.
Judul artikel : huruf tegak, huruf kecil.
Judul majalah/jurnal : huruf miring, huruf besar-kecil.

Seri
Merupakan nomor edisi atau nomor jilid.

Volume
Merupakan nomor volume

Nomor
Merupakan nomor urut terbitan di dalam tiap volume majalah atau jurnal umumnya dicirikan dengan nomor terbitan, volume dan tahun.

Halaman
Kalau hanya satu halaman, format: pnn. nn adalah nomor halaman. Kalau lebih dari satu halaman, format:
ppna-ppnb. na: nomor awal. nb: nomor akhir.

Penerbit
Merupakan nama penerbit. Hati-hati, jangan rancu dengan nama pencetak.

Kota
Merupakan kota tempat penerbit. Jika ada lebih dari satu nama, pilih yang pertama tertulis.
Contoh: Gombong, Jawa Tengah
Englewood Cliffs, N.J.

Setelah mengerti kaidah penulisan daftar pustaka maka saya kembali menekankan hal-hal yang tidak dibolehkan dalam penulisan daftar pustaka yakni mencantumkan gelar akademik pengarang dan menyingkat judul jurnal.

Minggu, 22 Mei 2011

tugas makalah kelompokku

Mata Kuliah : Pendekatan Sistem Perencanaan
Nama Dosen : Ir. Rudi Latief, M.Si


PENGARUH PERKEMBANGAN DESA SERTA HUBUNGANNYA TERHADAP PENINGKATAN URBANISASI PERKOTAAN DITINJAU MELALUI 
PENDEKATAN KESISTEMAN



Anggota Kelompok :
 Aas Wulandari (60800109002)
 Muh. Kamal Gani S. (60800109023)
 Novriansyah Eka Putra (60800109025)
 Rudi Wisnu Wardana (60800109027)
 Ardan Setiadi (60800108065)
 Ade Supriadin (60800106009)





UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
2011



Abstrak

Makalah ini disusun oleh kelompok III dengan judul “Pengaruh perkembangan desa serta hubungannya terhadap peningkatan urbanisasi perkotaan ditinjau melalui pendekatan kesisteman”. Pada pembahasan makalah ini diuraikan mengenai masalah pengaruh perkembangan desa terhadap urbanisasi perkotaan dengan melakukan identifikasi penyebab urbanisasi dan hubungannya terhadap desa dan perkotaan melalui pendekatan kesisteman khususnya peningkatan urbanisasi yang terjadi pada kota Makassar. Dimana setelah melakukan identifikasi ini ditemukan bahwa penyebab terjadinya urbanisasi secara besar-besaran oleh penduduk pedesaan salah satunya yaitu sebagai akibat dari tidak berkembangnya desa tempat mereka bermukim serta sarana dan prasarana yang tidak memadai, sehingga inilah yang menjadi pemicu terjadinya dorongan untuk melakukan urbanisasi ke perkotaan dengan harapan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih layak. Dengan terjadinya peningkatan urbanisasi secara besar-besaran yang tidak terkendali tersebut tentunya akan menimbulkan suatu masalah baru yang serius bagi perkotaan sehingga perlu dilakukan suatu upaya penanggulangan terhadap peningkatan laju urbanisasi ini, dimana upaya yang perlu dilakukan yaitu melanjutkan program pemerintahan seperti meningkatkan desa swadaya, melalui desa swakarya(transisi), menjadi desa swasembada dengan beberapa upaya solusi seperti : a) melalui peningkatan aspek pendidikan, aspek aksesibilitas, serta pengembangan potensi desa. b) pembangunan dalam wilayah pedesaan dengan membagi dua bagian, yaitu : 1) proyek produktif yang langsung dilaksanakan dalam pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, industri dan kepariwisataan; 2) proyek produktif dan sosial yang tidak langsung meliputi : perumahan, pelayanan sosial dan ekonomi, utilitas umum, pelayanan perhubungan. Dengan metode ini diharapkan peningkatan urbanisasi yang terjadi di perkotaan khususnya kota Makassar dapat ditanggulangi sehingga tidak terjadi masalah-masalah baru yang timbul akibat laju urbanisasi yang tidak terkendali tersebut.



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Maraknya pembangunan di kota-kota besar di Indonesia dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Sebagai dampaknya, kota-kota tersebut akan menjadi magnet bagi penduduk di berbagai daerah/desa untuk berdatangan mencari pekerjaan dan bertempat tinggal. Disamping karena faktor penduduk desa yang memiliki sumber daya yang kurang ataupun tidak dimanfaatkan secara optimal untuk perkembangan kegiatan ekonomi desa, sehingga alasan tersebut dijadikan sebagai salah satu faktor pertimbangan untuk melakukan urbanisasi secara besar-besar oleh penduduk desa ke kota, dan ini menyebabkan terjadinya suatu system yang saling berkaitan antar pengaruh perkembangan desa dan kota.
Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk melakukan urbanisasi dengan tujuan bisa mendapat kehidupan yang layak. Selain itu, daya tarik daerah tujuan juga menentukan masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Para urban yang tidak memiliki skill kecuali bertani akan kesulitan mencari pekerjaan di daerah perkotaan, karena lapangan pekerjaan di kota menuntut skill yang sesuai dengan bidangnya. Ditambah lagi, lapangan pekerjaan yang juga semakin sedikit sehingga adanya persaingan ketat dalam mencari pekerjaan. Masyarakat yang tidak memiliki skill hanya bisa bekerja sebagai buruh kasar, pembantu Rumah Tangga, tukang kebun, dan pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot daripada otak. Sedangakn masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan, umumnya hanya menjadi tunawisma, tunakarya, dan tunasusila. Hal ini tentunya akan memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan kota sehingga menambah permasalahan yang ada di kota.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, pada 1975 lebih banyak penduduk Indonesia yang berada di pedesaan ketimbang di perkotaan. Ketika jumlah penduduk Indonesia mencapai sekitar 150-an juta jiwa, penduduk urban hanya sekitar 25% saja.
Penduduk urban mencapai sekitar 50% pada dekade ini, saat jumlah penduduk Indonesia hampir menyentuh 250 juta. Saat ini, sudah menginjak 53%. Diperkirakan pada 2015 dan seterusnya, jumlah kaum urban akan melebihi kaum rural.
Dalam Visi Ekonomi Indonesia 2025, 65% dari populasi diprediksikan tinggal di kota-kota besar. Perencanaan tata ruang secara komprehensif tentunya amat penting, guna mengantisipasi berkembangnya area metropolitan(Ramitha, 2011 dalam http://m.inilah.com/read/detail/1332872/urbanisasi-super-cepat/)
Dengan uraian yang telah dijelaskan tadi maka, makalah ini akan mencoba untuk mengulas tentang dampak-dampak yang terjadi akibat adanya suatu urbanisasi yang tak terkendali pada suatu perkotaan serta upaya kebijakan yang perlu dilakukan guna menekan laju tingkat urbanisasi, tanpa melupakan peranan penting Desa sebagai salah satu faktor yang perlu dibina agar berkembang dengan potensi sumber daya yang dimilikinya untuk menciptakan bangkitan ekonomi bagi penduduknya yang secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh besar terhadap penekanan laju urbanisasi penduduk desa ke kota.

B. Rumusan Masalah
Dari pembahasan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini yaitu bagaimana pengaruh perkembangan desa terhadap laju Urbanisasi Kota serta cara penggulangan peningkatan Urbanisasi di perkotaan.

C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh perkembangan desa terhadap laju urbanisasi serta cara penggulangan peningkatan Urbanisasi di perkotaan.

2. Kegunaan
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca untuk mengetahui perkembangan desa terhadap laju urbanisasi serta cara penanggulangan peningkatan urbanisasi di perkotaan.

D. Sistematika Pembahasan
BAB I PENDAHULUAN : Membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan dan sistematika pembahasan.
BAB II PEMBAHASAN : Membahas tentang pengertian urbanisasi, Faktor penyebab terjadinya urbanisasi, Dampak Urbanisasi terhadap Lingkungan kota, Urbanisasi, Kawasan Kumuh dan Ruang Terbuka Hijau, Kebijaksanaan urbanisasi di Indonesia, Pendekatan Sistem, Studi Kasus.
BAB III PENUTUP : Membahas kesimpulan dan saran



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Urbanisasi
Pengertian urbanisasi sudah umum diketahui oleh mereka yang banyak bergelut di bidang kependudukan, khususnya mobilitas penduduk. Namun demikian, mereka yang awam dengan ilmu kependudukan sering kali kurang tepat dalam memakai istilah tersebut. Dalam pengertian yang sesungguhnya, urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Sedangkan mereka yang awam dengan ilmu kependudukan seringkali mendefinisikan urbanisasi sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota. Padahal perpindahan penduduk dari desa ke kota hanya salah satu penyebab proses urbanisasi, di samping penyebab-penyebab lain seperti pertumbuhan alamiah penduduk perkotaan, perluasan wilayah, maupun perubahan status wilayah dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan, dan semacamnya itu.
(Tjiptoherijanto, 2007 dalam : http://robbyalexandersirait.wordpress.com/2007/10/05/urbanisasi-mobilitas-dan-perkembangan-perkotaan-di-indonesia/).
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi Urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. Perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk, Bedanya Migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara atau tidak menetap. (wikipedia, 2010 dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi)

B. Proses Urbanisasi
Urbanisasi memiliki pengertian yang berbeda-beda tergantung sudut pandang yang di ambil. Jika dilihat dari segi Geografis, urbanisasi ialah sebuah kota yang bersifat integral, dan yang memiliki pengaruh atau merupakan unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek ekonomi dengan wilayah sekitarnya. Berdasarkan pengertian tersebut, urbanisasi memiliki Pandangan inilah yang mejadi titik tolak dalam menjelaskan proses urbanisasi. Menurut King dan Colledge (1978), urbanisasi dikenal melalui empat proses utama keruangan (four major spatial processes), yaituAdanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan dan sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan hubungan kota dengan daerah sekitarnya.
1) Adanya arus modal dan investasi untuk mengatur kemakmuran kota dan wilayah disekitarnya. Selain itu, pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap arus bolak-balik kota-desa.
2) Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik di kota akan dapat meluas di kota-kota yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan. Difusi ini dapat mengubah suasana desa menjadi suasana kota.
3) Migrasi dan pemukiman baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara terus-menerus masuk ke daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi dan perubahan pandangan penduduk desa mendorong mereka memperbaiki keadaan sosial ekonomi.
(Andiantara, 2010 dalam http://galihwe.blogspot.com/2010/01/urbanisasi-dan-dampak-negatif.html)


C. Faktor penyebab terjadinya urbanisasi
Pada umumnya, masyarakat melakukan urbanisasi karena adanya pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa berasal dari daerah asal (faktor pendorong) maupun daerah tujuan (faktor penarik).
1. Latar belakang atau sebab-sebab terjadinya urbanisasi (Soefaat, 1999 : 36), yaitu:
2. Pertambahan penduduk yang disebabkan oleh migrasi penduduk dari daerah luar kota ke dalam kota, atau dari kota lain ke kota tertentu (aspek demografis)
3. Perubahan mata pencaharian yang semula bersumber pada pertanian menjadi berorientasi pada industri, dagang dan berbagai jenis jasa lainnya lannya (aspek demografis)
4. Perubahan perubahan lahan yang semula agraris menjadi berorientasi kepada industri, dagang dan jasa (aspek ruang dan ekonomi)
5. Perubahan gaya hidup penduduk yang berimigrasi seperti tersebut di atas dari gaya pedesaan menjadi gaya perkotaan (urban) (aspek sosial).
a) Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
• Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah
• Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap
• Banyak lapangan pekerjaan di kota
• Di kota banyak perempuan cantik dan laki-laki ganteng
• Pengaruh buruk sinetron Indonesia
b) Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
• Lahan pertanian yang semakin sempit
• Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
• Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
• Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
• Diusir dari desa asal
• Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
(wikipedia, 2010 dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi)


D. Dampak Urbanisasi terhadap Lingkungan kota
Akibat dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:
1. Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan
Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.
2. Menambah polusi di daerah perkotaan
Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia.
3. Penyebab bencana alam
Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.
4. Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi
Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang sejenis. Bahkan,masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
5. Penyebab kemacetan lalu lintas
Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota.
6. Merusak tata kota
Tata kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi. (Andiantara, 2010 dalam http://galihwe.blogspot.com/2010/01/urbanisasi-dan-dampak-negatif.html)


E. Urbanisasi, Kawasan Kumuh dan Ruang Terbuka Hijau
Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti dihilangkan, tetapi tidak dengan menggusur masyarakat yang telah bermukim lama di lokasi tersebut. Menggusur hanyalah memindahkan kemiskinan dari lokasi lama ke lokasi baru dan kemiskinan tidak berkurang. Bagi orang yang tergusur, malahan penggusuran ini akan semakin menyulitkan kehidupan mereka karena mesti beradaptasi dengan lokasi permukiman yang baru. Peremajaan kota ini menciptakan kondisi fisik perkotaan yang lebih baik, tetapi sarat dengan masalah sosial. Kemiskinan hanya berpindah saja dan masyarakat miskin yang tergusur semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan karena akses mereka terhadap pekerjaan semakin sulit.
Tingginya laju urbanisasi juga menyebabkan tingginya permintaan terhadap lahan untuk menampung kegiatan perkotaan termasuk perkantoran, jasa, perdagangan, hotel dan perumahan. Kawasan ruang terbuka hijau merupakan “korban” dari konversi lahan untuk kegiatan perkotaan. Dari tahun ke tahun kawasan ruang terbuka hijau wilayah Makassar terus berkurang, seiring dengan tuntutan ruang akibat laju urbanisasi. Pada saat ini, kawasan ruang terbuka hijau (RTH) yang masih terjaga di Kota Makassar hanya berada di Kawasan UNHAS dan Kantor Gubernur Sulsel. Penurunan luas RTH dalam rencana tata ruang kota Makassar tersebut menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk mempertahankan RTH sebagai komponen penting dalam ruang kota. Hal ini diakibatkan lemahnya penegakan rencana tata ruang dan tingginya permintaan lahan perkotaan untuk mewadahi tingginya laju urbanisasi.

Pembangunan Kota Berkelanjutan
Urbanisasi adalah penggerak roda perekonomian dan pembangunan kota. Tingginya laju urbanisasi tidak mesti menyebabkan masalah bagi pemerintah kota. Kawasan perkotaan dijadikan tujuan bagi para penduduk miskin pedesaan untuk keluar dari kemiskinan. Sementara itu, pemerintah kota tidak siap untuk menampung para migran dari pedesaan ini. Hal inilah yang memacu perkembangan kawasan kumuh di perkotaan, khususnya di Kota Makassar. Jalan terbaik untuk mengerem perkembangan kawasan kumuh di perkotaan adalah kembali lagi dengan melakukan kegiatan menggalakkan pembangunan di pedesaan misalnya pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan produktivitas petani di pedesaan. Meningkatnya produktivitas pertanian di pedesaan akan meningkatkan kesejahteraan penduduk pedesaan dan secara tidak langsung akan mengerem laju migrasi penduduk desa ke kota.
Cara untuk mengatasi kawasan kumuh di kawasan perkotaan adalah tidak dengan menggusurnya. Penggusuran hanyalah menciptakan masalah sosial perkotaan yang semakin akut dan pelik. Penggusuran atau sering diistilahkan sebagai peremajaan kota adalah cara yang tidak berkelanjutan dalam mengatasi kemiskinan. Masyarakat miskin adalah salah satu komponen dalam komunitas perkotaan yang mesti diberdayakan dan bukannya digusur. Solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi kemiskinan dan permukiman kumuh di perkotaan adalah pemberdayaan masyarakat miskin dan bukanlah penggusuran. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Winayanti dan Lang (2004) dan Rukmana (2007) menunjukkan bahwa perbaikan kawasan kumuh melalui pendekatan berbasis masyarakat (community-based development) dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan kumuh. Mengenai berkurangnya RTH di Makassar, Pemerintah Makassar mesti mengembalikan RTH yang telah terkonversi menjadi kawasan terbangun. RTH merupakan komponen penting dalam ruang kota yang dapat mencegah beragam bencana seperti banjir dan dampak negatif lainnya.


F. Kebijaksanaan urbanisasi di Indonesia
Ada dua kelompok besar kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di Indonesia yang saat ini sedang dikembangkan.
Pertama, mengembangkan daerah-daerah pedesaan agar memiliki ciri-ciri sebagai daerah perkotaan. Upaya tersebut sekarang ini dikenal dengan istilah “urbanisasi pedesaan “.
Kedua, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, atau dikenal dengan istilah “daerah penyangga pusat pertumbuhan”.
Kelompok kebijaksanaan pertama merupakan upaya untuk “mempercepat” tingkat urbanisasi tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melakukan beberapa terobosan yang bersifat “non-ekonomi”. Bahkan perubahan tingkat urbanisasi tersebut diharapkan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu didorong pertumbuhan daerah pedesaan agar memiliki ciri-ciri perkotaan, namun tetap “dikenal” pada nuansa pedesaan. Dengan demikian, penduduk daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai “orang kota” walaupun sebenarnya mereka masih tinggal di suatu daerah yang memiliki nuansa pedesaan.
Beberapa cara yang sedang dikembangkan untuk mempercepat tingkat urbanisasi tersebut antara lain dengan “memodernisasi” daerah pedesaan sehingga memiliki sifat-sifat daerah perkotaan. Pengertian “modernisasi” daerah pedesaan tidak semata-mata dalam arti fisik, seperti misalnya membangun fasilitas perkotaan, namun membangun penduduk pedesaan sehingga memiliki ciri-ciri modern penduduk perkotaan. Dalam hubungan inilah lahir konsep “urbanisasi pedesaan”. Konsep “urbanisasi pedesaan” mengacu pada kondisi di mana suatu daerah secara fisik masih memiliki ciri-ciri pedesaan yang “kental”, namun karena “ciri penduduk” yang hidup didalamnya sudah menampakkan sikap maju dan mandiri, seperti antara lain mata pencaharian lebih besar di nonpertanian, sudah mengenal dan memanfaatkan lembaga keuangan, memiliki aspirasi yang tinggi terhadap dunia pendidikan, dan sebagainya, sehingga daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah perkotaan.
Dengan demikian, apa yang harus dikembangkan adalah membangun penduduk pedesaan agar memiliki ciri-ciri penduduk perkotaan dalam arti positif tanpa harus merubah suasana fisik pedesaan secara berlebihan. Namun, daerah pedesaan tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai daerah perkotaan. Sudah barang tentu bersamaan dengan pembangunan penduduk pedesaan tersebut diperlukan sistem perekonomian yang cocok dengan potensi daerah pedesaan itu sendiri. Jika konsep urbanisasi pedesaan seperti di atas dapat dikembangkan dan disepakati, maka tingkat urbanisasi di Indonesia dapat dipercepat perkembangannya tanpa merusak suasana tradisional yang ada di daerah pedesaan dan tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi yang sedemikian tinggi. Bahkan sebaliknya, dengan munculnya “para penduduk” di daerah “pedesaan” yang “bersuasana perkotaan” tersebut, mereka dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan aspek keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara tuntutan pertumbuhan ekonomi dan keseimbangan ekosistem serta lingkungan alam.
Kelompok kebijaksanaan kedua merupakan upaya untuk mengembangkan kota-kota kecil dan sedang yang selama ini telah ada untuk mengimbangi pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan. Pada kelompok ini, kebijaksanaan pengembangan perkotaan diklasifikasikan ke dalam tiga bagian, yaitu:
a) Kebijaksanaan ekonomi makro yang ditujukan terutama untuk menciptakan lingkungan atau iklim yang merangsang bagi pengembangan kegiatan ekonomi perkotaan. Hal ini antara lain meliputi penyempurnaan peraturan dan prosedur investasi, penetapan suku bunga pinjaman dan pengaturan perpajakan bagi peningkatan pendapatan kota;
b) Penyebaran secara spesial pola pengembangan kota yang mendukung pola kebijaksanaan pembangunan nasional menuju pertumbuhan ekonomi yang seimbang, serasi dan berkelanjutan, yang secara operasional dituangkan dalam kebijaksanaan tata ruang kota/ perkotaan, dan
c) Penanganan masalah kinerja masing-masing kota.
Dengan demikian, kebijaksanaan pengembangan perkotaan di Indonesia dewasa ini dilandasi pada konsepsi yang meliputi: (i) pengaturan mengenai sistem kota-kota; (ii) terpadu; (iii) berwawasan lingkungan, dan (iv) peningkatan peran masyarakat dan swasta. Dengan makin terpadunya sistem-sistem perkotaan yang ada di Indonesia, akan terbentuk suatu hierarki kota besar, menengah, dan kecil yang baik sehingga tidak terjadi “dominasi” salah satu kota terhadap kota-kota lainnya.
Urbanisasi merupakan proses yang wajar dan tidak perlu dicegah pertumbuhannya. Karena, proses urbanisasi tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Namun demikian, proses urbanisasi tersebut perlu diarahkan agar tidak terjadi tingkat primacy yang berlebihan. Pada saat ini pemerintah telah mengembangkan dua kelompok kebijaksanaan untuk mengarahkan proses urbanisasi, yaitu mengembangkan apa yang dikenal dengan istilah “urbanisasi pedesaan” dan juga mengembangkan “pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru”. Diharapkan dengan makin bertumbuhnya daerah pedesaan dan juga menyebarnya daerah-daerah pertumbuhan ekonomi, sasaran untuk mencapai tingkat urbanisasi sebesar 75 persen pada akhir tahun 2025, dan dibarengi dengan makin meratanya persebaran daerah perkotaan, akan dapat terwujud. (Tjiptoherijanto, 2007 dalam http://robbyalexandersirait.wordpress.com/2007/10/05/urbanisasi-mobilitas-dan-perkembangan-perkotaan-di-indonesia/).


G. Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem selalu mencari keterpaduan antarbagian melalui pemahaman yang utuh, sehingga diperlukan kerangka pikir pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan identifikasi sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi sistem yang efektif. Pendekatan ini menunjukkan kinerja intelektual berdasarkan: perspektif, pedoman, model, metodologi, dan sebagainya, yang diformulasikan untuk mengupayakan perbaikan secara terorganisasi tingkah laku dan perbuatan manusia (ZHU (1998) dalam Djakapermana, 2010 : 2).
Untuk mengatasi permasalahan urbanisasi yang dari tahun ke tahun terjadi di perkotaan akibat kurang mendukungnya potensi kehidupan yang ada pada pedesaan yang menyebabkan terjadinya urbanisasi secara besar-besaran ke kota, maka diperlukan berbagai upaya untuk menekan hal tersebut dengan memperhatikan segala dampak system yang saling berhubungan. Dimana pengembangan pedesaan jika hanya memperhatikan satu faktor pendukung seperti potensi sumber daya tanpa adanya dukungan terhadap system sarana dan prasarana yang memadai untuk mengelola potensi tersebut maka hanya akan sia-sia, dan ini akan menimbulkan dampak negative hingga ke perkotaan akibat terjadinya urbanisasi oleh penduduk pedesaan.
Salah satu contoh program Pemerintah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pengembangan Desa yaitu, meningkatkan desa swadaya (tradisional), melalui desa swakarya (transisi), menjadi desa swasembada. Usaha untuk menigkatkan kemajuan desa-desa swadaya dan swakarsa menjadi Desa Swasembada(Maju). Pada pengembangan desa ini Pemerintah merupakan pihak yang sangat berperan penting terhadap pengembangan desa-desa tersebut. Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai solusi masalah urbanisasi di antaranya :
a. Melalui peningkatan aspek pendidikan, aspek aksesibilitas, serta pengembangan aspek potensi desa.
• Pertama, upaya peningkatan aspek pendidikan di desa dapat dilakukan dengan menggalakkan pendidikan menengah yang bersifat kejuruan. Pendidikan menengah yang bersifat kejuruan tentunya akan sangat membantu mengembangkan bakat peserta didik yang sifatnya praktis sesuai dengan peminatan yang diinginkan. Selain itu, peningkatan aspek ini dapat juga digunakan untuk mendorong munculnya jiwa kewirausahaan sehingga bisa menyediakan lapangan pekerjaan di desanya.Tentunya dengan adanya lapangan pekerjaan di desa akan mengurangi laju urbanisasi yang terjadi.
• Kedua, aspek aksesibilitas (dalam hal transportasi) di desa merupakan faktor penting untuk menunjang aktivitas ekonomi, walau pada faktanya masih banyak desa di negara kita yang masih memiliki aksesibilitas yang buruk. Padahal aksesibilitas tersebut berfungsi sebagai jalur penghubung terjadinya aliran barang dan jasa (aktivitas ekonomi).Melalui peningkatan aksesibilitas di desa seperti pembangunan jalan dan jembatan serta sarana telekomunikasi, pemberdayaan potensi sumber daya yang terdapat di desa dapat dikembangkan secara optimal. Adanya kemudahan akses tersebut juga bisa menjadi faktor penarik bagi pihak pemerintah dan swasta untuk bermitra dan mengembangkan aspek unggulan desa yang bersangkutan.
• Ketiga, pemberdayaan potensi utama desa dapat dilakukan untuk menekan urbanisasi. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi desa dapat dilakukan sesuai dengan sumber daya yang ada seperti potensi agrobisnis maupun aspek pariwisatanya. Potensi agrobisnis di desa dapat dilakukan dengan pengembangan dan pemasaran yang lebih ”menjual” sehingga potensi tersebut dapat terberdayakan.Dengan sendirinya lapangan pekerjaan akan tersedia sehingga dapat mengurangi laju urbanisasi yang terjadi. Demikian pula dengan aspek pariwisata yang mampu menambah lapangan pekerjaan di desa. Pada akhirnya, berbagai upaya yang dilakukan untuk mengurangi urbanisasi memerlukan kerja sama dari berbagai pihak mulai dari pemerintah dan penduduknya. Tanpa adanya sinergi dalam melaksanakan upaya penekanan urbanisasi, maka urbanisasi akan terus terjadi. (Anggigeo, 2010 dalam http://anggigeo.wordpress.com/2010/10/06/upaya-penanganan-urbanisasi/)
b. Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia
Pembangunan ini dimaksud untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk wilayah pedesaan. Dimana Pembangunan wilayah pedesaan ini dilakukan oleh berbagai Departemen Pemerintahan. Pembangunan masyarakat desa sebagai suatu strategi untuk memajukan kehidupan social dan kehidupan ekonomi bagi kelompok tertentu, yaitu penduduk yang miskin di pedesaan.
Pembangunan dalam wilayah pedesaan dapat dibagi menjadi dua bagian (Jayadinata, 1999 : 93), yaitu :
1) Proyek produktif yang langsung, dilaksanakan dalam pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, industry, dan kepariwisataan.
2) Proyek produktif dan sosial yang tidak langsung, meliputi :
• Perumahan;
• Pelayanan sosial dan ekonomi: pendidikan, kesehatan, kebudayaan, agama, rekreasi, dan olah raga, penyediaan ruang terbuka (taman dan sebagainya), administrasi, pertahanan, pasar, dan pertokoan, tempat penggudangan, dan tempat pengolahan hasil;
• Utilitas umum (utility): air minum, saluran air limbah, penyediaan energy, dan pengaturan pembuangan sampah;
• Pelayanan perhubungan: jalan raya, kereta api, jalur lalu lintas, sungai, jembatan, pengangkutan umum, radio, televisi, dan telekomunikasi.
Dengan adanya suatu upaya pengembangan desa melalui peningkatan hasil kegiatan usaha maupun peningkatan sarana dan prasarana ini, diharapkan bisa menjadi faktor pendukung untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada pada wilayah pedesaan sehingga membuat penduduk pedesaan bisa tetap tinggal melakukan aktifitas ekonomi secara lancar tanpa perlu untuk keluar dari desanya seperti melakukan urbanisasi ke perkotaan untuk memperbaiki nasib tanpa dibekali skill yang mendukung yang ujung-ujungnya kebanyakan penduduk desa tersebut hanya menciptakan lingkungan kumuh bagi perkotaan.
Keterkaitan desa dan Kota
Studi ekonomi secara ruang di mana masyarakat sebagai aktor ekonomi,dapat tergabung dalam usaha formal (perusahaan) dan informal yang dapat dikategorikan pada kegiatan di wilayah pedesaan dan perkotaan. Petani pada umumnya adalah actor ekonomi di pedesaan yang tergolong pada kegiatan usaha subsistem, usaha kecil, dan menengah.
Studi PARUL (Poverty Alleviation Through Rural Urban Linkages) di Indonesia, telah : 1) melakukan kajian beberapa keterkaitan desa-kota di dalam kegiatan ekonomi lokal dan kebutuhan intervensi pemerintah untuk memperkuat pengelolaan keterkaitan di tiga provinsi (Sulsel, Sulut, Irian jaya-Sorong), 2) membentuk konsensus dalam perencanaan dan pengelolaan keterkaitan desa-kota dilihat dari aspek mata rantai produksi di tingkat kabupaten, dan 3) mengevaluasi program yang ada untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan keterkaitan desa-kota.
Pendekatan dalam pengelolaan adalah dengan membangun kapasitas pengelolaan yang bertumpu pada inisiatif dan partisipasi masyarakat, bersama kelompok swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan aparat birokrasi di tingkat lokal.
Dengan studi pengembangan ekonomi ini, yang dipertimbangkan adalah pengembangan komoditi, mata rantai keterkaitan industry local dan global (perdagangan, tenaga kerja, kapital, pemasaran, transportasi, kawasan desa-kota), kemitraan antara ekonomi lemah dan ekonomi kuat, dan keterpaduan program serta kegiatan yang dilaksanakan para pihak yang berkepentingan.
Dengan mengaitkan program desa dan kota itu, diharapkan sebagai hasil :
• Terciptanya produksi komoditi unggulan yang kompetitif
• Terciptanya lapangan kerja yang produktif, masyarakat yang berpendapatan tinggi, dan berjiwa kewiraswastaan
• Tersedianya prasarana dan sarana ekonomi yang produktif
• Terdapat akumulasi kapital untuk produksi
• Terbentuknya jaringan kerja produksi, pengelolaan produk, pemasaran dan perdagangan
• Kuatnya kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan ekonomi lokal.


H. Studi Kasus
1. Gambaran Umum Penduduk Sulawesi Selatan
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan sementara adalah 8.032.551 orang, yang terdiri atas 3.921.543 laki-laki dan 4.111.008 perempuan. Dari hasil SP2010 tersebut masih tampak bahwa penyebaran penduduk Provinsi Sulawesi Selatan masih bertumpu di Kota Makassar yakni sebesar 16,7 persen, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bone sebesar 8,9 persen, Kabupaten Gowa sebesar 8,1 persen dan kabupaten/kota lainnya di bawah 5 persen.
Kepulauan Selayar, Parepare dan Palopo adalah 3 kabupaten/kota dengan urutan terbawah yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit masing-masing berjumlah 121.905 orang, 129.542 orang, dan 148.033 orang. Sedangkan Kota Makassar merupakan kota yang paling banyak penduduknya untuk wilayah di perkotaan, yakni 1.339.374 orang.
Dengan luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 45.764,53 kilo meter persegi yang didiami oleh 8.032.551 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebanyak 176 orang per kilo meter persegi.Kabupaten yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Makassar yakni sebanyak 7.620 orang per kilo meter persegi sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara yakni masing-masing sebanyak 35 orang dan 38 orang per kilo meter persegi. (BPS Sulsel. 2010).


Kota Makassar
Kota Makassar adalah salah satu kota besar di Indonesia. Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk di Kota Makassar mencapai 1.339.374 orang.Dengan jumlah penduduk tersebutmenjadikan kota ini dapat dikatakan sebagai kota metropolitan.
Penyebab urbanisasi di Kota Makassar pada umumnya sama dengan yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan lain-lain. Kota Makassar ibarat magnet yang mampu menarik perhatian orang-orang yang tinggal di desa atau dari luar kota tersebut. Terlebih lagi karena Kota Makassar menjadi kota yang paling pesat pertumbuhannya di Kawasan Indonesia Timur (KTI). Sehingga Kota Makassar adalah sasaran empuk untuk dijadikan sebagai daerah tujuan oleh orang-orang yang berada di sekitar Kota Makassar bahkan di daerah-daerah yang tergabung dalam Kawasan Indonesia Timur pada umumnya.
Penyebab terjadinya urbanisasi di Kota Makassar antara lain:

a. Terdesak kebutuhan ekonomi
Pada umumnya orang yang tidak mempunyai pekerjaan berharap dengan berpindahnya ke kota akan mampu memperbaiki keadaan perekonomiannya. Mereka menganggap bahwa di kota banyak lapangan pekerjaan. Tetapi kenyataannya tidak seperti yang mereka harapkan karena setiap lapangan kerja yang tersedia diharuskan memiliki skill tersendiri bahkan orang-orang yang sudah mempunyai skill pun harus melalui proses seleksi terlebih dahulu, akhirnya keinginan mereka tidak dapat terpenuhi. Ketika sudah tinggal di kota, mereka mulai dipaksa untuk memenuhi kebutuhan sendiri kemudian akan menjadi masalah kependudukan dan juga akan merusak wajah kota seperti adanya daerah pemukiman kumuh.
Ada beberapa tempat di Kota Makassar yang jika dilihat secara kasat mata saja sudah dapat dinilai bahwa daerah tersebut adalah daerah pemukiman kumuh. Biasanya pemukiman kumuh ini muncul di tempat-tempat seperti pinggiran sungai atau pinggiran kanal. Sebelum mendiami tempat tersebut, penduduk yang akan mendiami sempadan sungai atau kanal tidak mengetahui bahwa sempadan sungai sudah diregulasi sebagai daerah lindung. Mereka beranggapan bahwa dimana ada lahan kosong di situ dapat didiami. Akibatnya ketika pemerintah ingin “mensterilkan” kembali tempat tersebut, penduduk akan merasa enggan untuk meninggalkannya, kalaupun meninggalkannya penduduk akan melakukan perlawan terlebih dahulu. Inilah masalah yang banyak terjadidi kota-kota besar di Indonesia karena kurangnya pengawasan pemerintah. Artinya nanti setelah bangunan terbangun kemudian ditertibkan, tidak sejak awal dilakukan antisipasi. Persoalan seperti ini akan terus terjadi di perkotaan. Nampaknya pemerintah harus lebih peka dengan persoalan seperti ini, apalah artinya sebuah kebijakan jika tidak ada pengawasan secara rutin.

b. Prasarana dan sarana di Kota Makassar Lebih Memadai
Prasarana dan sarana yang lengkap dan memadai pada umumnya menjadi salah satu penyebab urbanisasi di Kota Makassar ataupun di kota-kota lain. Sarana tersebut berupa fasilitas pendidikan, perdagangan, kesehatan, perindustrian, dan peribadatan. Adanya keinginan yang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lebih mudah dan cepat menjadikan masyarakat lebih memilih kota sebagai tempat yang paling tepat dan mencari tempat-tempat strategis untuk ditinggali, semakin dekat dengan fasilitas umum maka semakin banyak yang ingin tinggal di tempat tersebut. Dari keinginan-keinginan tersebut, juga menimbulkan masalah diantaranya persengketaan lahan yang banyak terjadi akibat terbatasnya lahan.

c. Keinginan Mencari Pendidikan yang Bermutu
Keadaan pendidikan yang ada di kota dan di desa sangatlah jauh berbeda dikarenakan fasilitas yang ada dan kualitas pengajar-pengajarnya serta kreatifitas dalam pembelajaran sehingga orang akan lebih tertarik untuk menempuh pendidikan di kota. Urbanisasi di Kota Makassar juga disebabkan oleh banyaknya penduduk yang datang untuk menempuh pendidikan terutama pendidikan tinggi. Di Kota Makassar tersedia beberapa perguruan tinggi terdiri dari perguruan tinggi negeri dan swasta seperti Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Alauddin Makassar, Universitas Negeri Makassar, Universitas 45 dan perguruan tinggi lainnya yang tersebar dibeberapa tempat. Dari banyak perguruan tinggi inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong penduduk untuk datang ke Kota Makassar. Ini juga akan menimbulkan masalah sebab penduduk yang akan masuk ke perguruan tinggi tersebut selalu ingin mencari tempat tinggal di dekat kampus sehingga akan bermunculan jasa kos-kosan dan nantinya bangunan kos-kosan tersebut akan timbul secara sporadis akhirnya berpengaruh pada Penataan Ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai contoh di Kampus 2 UIN Alauddin Makassar, pada awal sebelum terbangun kampus ini, kawasan di sekitarnya adalah kawasan tidak terbangun atau masih banyak di tumbuhi vegetasi alami. Namun setelah terbangunnya kampus ini maka penduduk yang telah memiliki kapling di sekitar kampus berbondong-bondong untuk mendirikan bangunan dengan berbagai fungsi seperti rumah tinggal dan bangunan-bangunan yang sifatnya komersil (rumah toko (ruko), rumah makan, kios, warnet, bengkel, dll). Bangunan-bangunan yang telah berdiri itu nampaknya akan semakin bertambah tetapi secara sporadis. Jika tidak ada regulasi dan pengawasan secara rutin maka nantinya akan menimbulkan masalah baru seperti tumbuhnya pemukiman kumuh, banjir, dan lain-lain.
Dari beberapa uraian penyebab urbanisasi Kota Makassar di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa di Kota Makassar memiliki daya tarik yang sangat kuat untuk mengundang orang masuk dan tinggal di dalamnya. Namun dengan keterbatasan lahan yang ada, maka perlu di siasati agar jumlahpenduduk tidak mengalami lonjakan dari tahun ke tahun.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah menguraikan pembahasan mengenai pengaruh perkembangan desa terhadap urbanisasi di perkotaan khususnya kota Makassar, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan yang terjadi di pedesaan sangat berpengaruh besar terhadap peningkatan urbanisasi perkotaan. Hal ini terjadi karena beberapa sebab, diantaranya penduduk yang bermukim di desa kurang berkembang merasa kebutuhan hidupnya belum cukup terpenuhi sehingga inilah yang menjadi faktor pendorong sehingga penduduk desa melakukan urbanisasi di kota, selain dari itu beberapa faktor seperti sarana dan prasarana dan pola kehidupan yang modern di perkotaan juga menjadi daya tarik terjadinya urbanisasi.
Melihat faktor hubungan perkembangan desa dan hubungannya terhadap peningkatan urbanisasi perkotaan yang tidak terkendali ini maka perlu adanya suatu metode dalam menekan laju urbanisasi tersebut, salah satu contohnya yaitu program Pemerintahan yang perlu diefektifkan seperti meningkatkan desa swadaya (tradisional), melalui desa swakarya (transisi), menjadi desa swasembada. Dengan beberapa upaya solusi seperti : a) melalui peningkatan aspek pendidikan, aspek aksesibilitas, serta pengembangan potensi desa. b) pembangunan dalam wilayah pedesaan dengan membagi dua bagian, yaitu : 1) proyek produktif yang langsung dilaksanakan dalam pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, industri dan kepariwisataan; 2) proyek produktif dan sosial yang tidak langsung meliputi : perumahan, pelayanan sosial dan ekonomi, utilitas umum, pelayanan perhubungan.


B. Saran
 Ledakan penduduk di perkotaan menjadi masalah serius di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan langkah-langkah yang tepat melalui kebijakan-kebijakan yang jelas dalam menangani masalah tersebut agar tidak menimbulkan masalah yang lebih luas lagi.
 Dengan melihat ketersediaan lahan yang terbatas, Kota Makassar diharapkan untuk pembangunan ke depannya tidak lagi tumbuh secara horizontal tapi diarahkan tumbuh secara vertikal.




DAFTAR PUSTAKA

Andiantara, Galih. 2010.Urbanisasi dan Dampak Negatif Lingkungan Kota. (Online) (http://galihwe.blogspot.com/2010/01/urbanisasi-dan-dampak-negatif.html, diakses 28 April 2011)

Anggigeo. 2010. Upaya Penanganan Urbanisasi. (Online) (http://anggigeo.wordpress.com/2010/10/06/upaya-penanganan-urbanisasi/, Diakses 28 April 2011)

Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar.

Djakapermana, RD. 2010. Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Kesisteman. IPB Press, Bogor.

Jayadinata, T., Johara. 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Pedesaan. Penerbit ITB, Bandung.

Tjiptoherijanto, Prijono. 2007. Urbanisasi, Mobilitas dan Perkembangan Perkotaan di Indonesia. (Online) (http//Urbanisasi dan Perkembangan Perkotaan di Indonesia « INDONESIA TANAH AIR BETA.htm, diakses 17 Maret 2011)

Vina, Ramitha. 2011. Visi Ekonomi Indonesia 2025; Urbanisasi Super Cepat. inilah.com. (Online), (http//Urbanisasi%20Super%20Cepat%20-%20ekonomi.inilah.com.htm, diakses 17 Maret 2011)

Wikipedia. 2010. Urbanisasi. (Online),
(http://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi diakses 28 April 2011)

The RoLe aS An UrBAn pLAnNEr

A planners generally work for city, county, state, federal or regional governmental agencies and may have broad responsibilities. Some may work for construction or architectural firms, while others may work on their own as consultants, as teachers or as independent researchers. Urban planners can specialize in a number of arenas, such as transportation, community development and re-development, urban design, rural or industrial development, and land use or code enforcement, for example.
Urban planners study and design ways to revitalize poor and underdeveloped areas, expand and renovate cities, schools, parks and recreational areas, and public transportation and highway systems. They conduct studies and gather and analyze data on how land is being used for residential, community, and business purposes. They meet and talk with public officials, lawyers, land developers, and community, business and labor organizations to scope out public opinion and work their way through the approval process. They prepare reports and submit proposals to planning commissions and other government agencies detailing new development plans and the costs involved, how the plans are to be carried out, and supervise them to completion.
Generally a planner to work of one or more specialization scope. More planner experience their career life in one aspect, there is also who active in specialization such as : community development, land use planning, transportation planning, environmental, development economic, urban design, public management, resident, tourism, and society enableness.
The planner there in every state in the world, they work in rural region, suburban, an also in metropolis. In Indonesia, with have basic of planning knowledge of a regional from micro until macro scale (site planning, urban planning, regional planning) or from its interest (transportation, land use, economics, sociology, tourism, etc). They work and function in local goverment, province, and national. They also to work in self-supporting institute of society, private sector, developer real estate, and planning consultant/ multi discipline. Aim to increase society prosperity/community in realizing a region which gound to freshment, justice, environment healthy, and atractive for now generation and future.